Pada zaman dahulu kala, di tengah megahnya Negeri Tiongkok, hiduplah seorang raja yang tidak hanya tampan dan berkumis lentik, tapi juga sangat peduli pada rakyatnya. Sayangnya, negeri itu sedang dilanda musibah: wabah penyakit menyerang dan membuat orang-orang kehilangan nafsu makan. Bahkan bau semangkuk nasi putih saja bisa bikin mereka mual seperti melihat mantan.
Rakyat makin hari makin kurus, lemah, dan pucat seperti kain yang sering dicuci tapi nggak pernah dijemur. Saking lemahnya, ada yang niup seruling aja langsung masuk angin.
Sang Raja pun gelisah. Ia duduk di singgasananya sambil mengelus perut yang kenyang... karena ya, sebagai raja, beliau tetap makan enak. Tapi hatinya tetap gundah gulana. “Kalau begini terus, siapa yang bakal tepuk tangan pas ulang tahunku nanti?” pikirnya.
Lalu, terbitlah sebuah ide cemerlang:
"Akan kuadakan sayembara! Siapa pun yang bisa menciptakan makanan yang membuat rakyat sehat, kuat, dan panjang umur... akan kuangkat jadi Koki Istana Sejati!"
Maka berdatanganlah para ahli masak dari seluruh penjuru Tiongkok—dari gunung, lembah, sampai kampung sebelah yang sinyalnya susah. Ada yang membawa sup rumput laut, ada yang mengusulkan jus akar ginseng lima warna, bahkan ada yang datang dengan konsep diet air mata (menyedihkan dan tak mengenyangkan).
Namun, tak satu pun berhasil memikat hati rakyat.
Hingga muncullah seorang koki muda kurus kerempeng dengan wajah nekat dan rambut dikuncir kuda. Namanya Ah Bei.
Dia muncul hanya membawa segenggam tepung, sebotol air garam, dan... otot lengan yang mengilat seperti donat goreng. “Aku akan membuat makanan yang panjang... seperti umur yang kita semua dambakan!” katanya penuh semangat.
Di depan raja, pejabat, dan rakyat yang lemas-lemas ngumpul sambil digotong, Ah Bei mulai menarik adonan tepung itu...
Tarik... lipat... pukul... tarik lagi...
Terciptalah seutas benang panjang yang elastis dan lentur. Tapi ini bukan benang jahit. Ini adalah mie tarik!
Lalu, ia merebusnya, menaburkan irisan daging ayam, sedikit daging sapi, sayuran segar, dan menyiramnya dengan minyak rempah yang harum semerbak sampai para pejabat yang doyan tidur mendadak melek!
Satu demi satu rakyat mencoba.
Yang tadinya nggak nafsu makan, mendadak rebutan mangkok.
Yang kurus-kering, langsung minta tambah.
Yang pucat, pipinya merona.
Bahkan bayi yang belum tumbuh gigi mulai nyosor mangkuk ibunya!
Dan hebatnya lagi…
Rakyat jadi sehat. Semangat. Dan mulai senyum-senyum lagi.
Sayangnya, para pejabat korup yang doyan makan jatah rakyat... malah kolesterolnya naik. Ada yang mendadak pingsan sambil pegang dada, ada yang bingung kenapa celananya makin sempit. Karma memang tidak selalu datang berbentuk petir, kadang berupa semangkuk mie tarik.
Akhirnya, Sang Raja menepuk tangan.
Ah Bei diangkat jadi Koki Istana Sejati.
Dan mie tarik? Jadi simbol panjang umur, semangat hidup, dan pengingat agar kita makan dengan bijak... dan jangan korupsi.
Sejak hari itu, setiap ulang tahun atau perayaan, rakyat Tiongkok selalu makan mie panjang umur mie tarik sebagai bentuk syukur, harapan sehat, dan... ya, karena enak juga sih.
TAMAT?
***
Eit..!! Tunggu dulu.. di atas cuma dongeng... Berikut fakta menarik tentang Mie
***
Asal Usul Mie: Dari Tepung ke Takhta Dapur Dunia
Mari kita buka lembaran sejarah... tapi tenang, ini bukan pelajaran sejarah yang bikin ngantuk. Ini soal mie si panjang kenyal yang sudah menjerat hati miliaran perut di seluruh dunia. Dari mie instan tiga menit sampai mie tarik yang bisa jadi senam tangan, makanan satu ini punya kisah panjang. Tapi dari mana sebenarnya si mie ini berasal?
Babak Awal: Siapa Penemu Mie?
Kalau kamu pikir mie pertama kali dibuat oleh pabrik mie instan... hmm, duduk dulu ya. Mie ternyata sudah ada lebih dari 4.000 tahun lalu!
Pada tahun 2005, para arkeolog menemukan semangkuk mie kuno di situs Lajia, Tiongkok Barat Laut. Nggak bercanda mie itu terkubur dalam tanah liat, tetap utuh, dan berusia sekitar 4.000 tahun. Para peneliti sampai melongo. Mie ini terbuat dari millet (bukan gandum seperti sekarang), panjang dan tipis seperti mie bihun, dan bentuknya menggoda selera... walau tentu saja nggak bisa dimakan lagi, kecuali mau masuk rumah sakit.
Jadi bisa dibilang:
Tiongkok adalah ibu kandung mie.
Mie: Dari Dapur Kekaisaran ke Jalanan Dunia
Awalnya, mie adalah makanan sederhana: tepung + air + garam. Tapi manusia itu makhluk kreatif. Maka mulailah bermunculan varian:
Mie tarik (lamian) – ditarik sampai tipis kayak benang
Mie potong (dao xiao mian) – dipotong langsung dari adonan keras
Mie telur – pakai telur biar lebih kaya rasa
Lalu masuklah abad perdagangan. Bersama rempah-rempah dan sutra, mie pun melancong. Dari Tiongkok ia meluncur ke Jepang, lalu merambah Asia Tenggara, hingga akhirnya berlabuh di Italia dan bikin para pasta-lover jatuh cinta.
Konon kabarnya, Marco Polo membawa mie dari Tiongkok ke Italia sekitar abad ke-13. Tapi orang Italia agak sensi soal ini, karena mereka juga punya bukti mie lokal dari masa Romawi kuno. Jadi... siapa yang benar? Biarlah sejarah tetap misterius, kayak isi pesan mantan yang belum dibuka.
Mie dan Evolusinya yang Luar Biasa
Mie terus berkembang. Sekarang kamu bisa nemuin berbagai jenis mie:
Mie instan (lahir di Jepang, tahun 1958, oleh Momofuku Ando)
Mie keriting, mie lurus, mie gepeng, mie spiral
Mie dari gandum, beras, ubi, bahkan konjac rendah kalori
Di setiap negara, mie diolah jadi ikon:
Jepang punya ramen
Vietnam punya pho
Indonesia? Kita punya mie ayam, mie goreng, mie tek-tek, mie rebus, mie instan rasa soto, rendang, dan bahkan... rasa ayam geprek level 5!
Filosofi Mie: Lebih dari Sekadar Karbohidrat
Bagi orang Tiongkok, mie melambangkan umur panjang. Itu sebabnya mie panjang tidak boleh dipotong saat ulang tahun atau Imlek. Mau panjang umur? Makan mie tapi ya jangan tiap jam juga, nanti perutmu protes.
Mie juga simbol kesederhanaan, adaptasi, dan kreativitas. Dari resep simpel, manusia bisa menciptakan ribuan variasi. Mie adalah bukti bahwa hal biasa bisa jadi luar biasa asal diberi rasa, waktu, dan... topping.
Penutup: Mie dan Kita
Dari zaman prasejarah sampai zaman WiFi 6, mie tetap setia hadir. Kadang dalam mangkuk panas yang menghangatkan hati, kadang dalam bungkus instan yang menyelamatkan anak kos dari kelaparan tengah malam.
Jadi, kalau kamu sedang menyeduh mie malam ini, ingatlah:
Kamu sedang makan warisan budaya ribuan tahun.
Dan mungkin, juga sedang makan kenangan. Karena mie bukan cuma soal rasa tapi juga tentang cerita.
---
Selamat makan mie. Panjang umur, dan jangan lupa minum air putih!
---