(Dongeng kocak yang hampir masuk buku sejarah, kalau saja siluman bisa tanda tangan.)
Dahulu kala, di masa Tiga Kerajaan Tiongkok, hidup seorang jenderal cerdas bernama Zhuge Liang. Otaknya encer, rambutnya licin, dan kipas bulunya selalu mengepak elegan meski angin tak lewat. Ia terkenal bukan hanya karena strategi perangnya yang ciamik, tapi juga karena kemampuannya... berbohong secara estetis.
Suatu hari, Zhuge Liang dan pasukannya harus menyeberangi Sungai Luohun—sungai besar nan deras yang konon dijaga oleh Siluman Penunggu Sungai, bernama Bubuwu, seekor makhluk bertubuh buaya, berkepala singa, dan suara cempreng seperti anak kos kehabisan kuota.
Menurut kepercayaan warga, Bubuwu hanya akan membiarkan manusia menyeberang jika diberi tumbal kepala manusia. Bayangkan betapa ribetnya—mau perang aja kudu ngorbanin kepala orang dulu. Karena tidak ada promo "tumbal buy 1 get 1", Zhuge Liang pun menolak. Ia tidak mau rakyatnya kehilangan kepala hanya demi menyeberang sungai. Selain karena kemanusiaan, ya... kepala itu mahal, isinya otak.
Strategi Roti Kepala
Lalu datanglah ide brilian.
"Jika yang dia mau cuma bentuk kepala, kenapa nggak kita bikin palsu aja?" kata Zhuge Liang, sambil menatap adonan tepung dengan tatapan strategis. Ia mengaduk-aduk tepung, menambahkan ragi, susu, dan daging cincang. Lalu ia kukus bulatan itu sampai mengembang seperti pipi bayi kenyang.
“Ini dia,” katanya bangga, “kepala palsu isi daging asli!”
Maka dibuatlah 49 buah roti berbentuk kepala, lengkap dengan dua titik arang sebagai mata. Ia menyebutnya: “Bāo Tóu” alias "kepala bungkusan". (Netizen zaman sekarang menyebutnya bakpao karena lidah tidak suka ribet.)
Pertemuan dengan Siluman Bubuwu
Zhuge Liang datang ke tepi sungai, membawa kukusan rotinya.
“Wahai Bubuwu! Ini kepala manusia yang kamu minta. Tapi versi low fat, gluten-free!”
Bubuwu keluar dari air dengan tampang galak, tapi begitu mencium aroma kukusan hangat itu… ia mendadak melunak.
“Eh... wangi juga ya. Biasanya kepala manusia kan amis,” gumamnya sambil mengendus satu bakpao.
Setelah mencicipi satu, matanya berkaca-kaca. Bukan karena terharu, tapi karena isi dagingnya berbumbu rempah legendaris: jahe, daun bawang, dan sedikit lada Sichuan.
“INI KEPALA TERENAK YANG PERNAH KURASAAAKAAAN!”
Dan sejak hari itu, Bubuwu berhenti meminta kepala manusia dan hanya minta setoran bakpao tiap minggu. Ia bahkan membuka warung kecil di bawah air dengan tagline:
"Bakpao Bubuwu – Lezatnya Bikin Kamu Tenggelam dalam Rasa"
Akhir yang Hangat dan Mengembang
Setelah sungai bisa diseberangi dengan damai, Zhuge Liang pulang, tapi resep bakpao itu menyebar cepat ke seluruh Tiongkok, lalu ke Asia Tenggara, dan akhirnya ke seluruh dunia.
Kini, siapa pun bisa menikmati roti kukus berbentuk kepala palsu berisi cinta dan daging itu tanpa takut dikira siluman.
Dan Bubuwu? Ia sudah pensiun. Katanya sekarang tinggal di apartemen bawah laut sambil jualan bakpao frozen di e-commerce siluman. Rating-nya 4.9 dari 5. Yang ngasih bintang 4 itu katanya kesel karena isinya nggak pakai sambal.
Pesan Moral:
Kalau ada masalah, jangan langsung potong kepala. Coba bikin bakpao dulu.
Siapa tahu musuhmu cuma lapar.
Kalau kamu mau ilustrasinya atau versi narasi suara dramatis kocak, tinggal bilang, nanti kubantu buatkan juga!
***
Asal Usul Bakpao: Roti Kukus dari Kisah Legenda hingga Meja Makan
Bakpao, si roti putih lembut berisi daging atau kacang bukan cuma cemilan favorit saat hujan dan tagihan datang bersamaan. Ia menyimpan sejarah panjang, bahkan bermula dari kisah legenda di Tiongkok yang melibatkan strategi perang dan… kepala manusia. Serius.
1. Dari Medan Perang ke Kukusan Dapur
Bakpao berasal dari Tiongkok, tepatnya dikenal sebagai "baozi" (包子). Dalam bahasa Hokkien, "bak" artinya daging, dan "pao" artinya bungkus. Jadi bakpao = "daging yang dibungkus".
Namun legenda paling terkenal soal asal usul bakpao datang dari Zhuge Liang, seorang jenderal dan penasihat militer legendaris dari era Tiga Kerajaan (sekitar abad ke-3 Masehi).
Menurut cerita rakyat, Zhuge Liang memimpin pasukannya melintasi sungai deras yang, menurut kepercayaan setempat, hanya bisa diseberangi jika mengorbankan kepala manusia. Tentu saja dia bukan tipe orang yang menjadikan kepala orang sebagai ongkos nyebrang.
Maka dia membuat roti kukus bulat berisi daging, yang bentuknya menyerupai kepala manusia, untuk dijadikan simbol persembahan. Dari sanalah konon muncul bentuk awal bakpao sebagai pengganti kepala manusia untuk ritual.
2. Evolusi dari Ritual ke Roti Isi
Seiring waktu, bakpao bertransformasi dari persembahan spiritual menjadi makanan sehari-hari. Roti kukus ini mulai diisi berbagai jenis daging: babi, ayam, bebek, hingga versi manis seperti kacang hijau dan kacang merah.
Saat menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, bakpao mengalami banyak adaptasi:
Di Indonesia: Versi halal dibuat dengan daging ayam atau sapi, bahkan kini banyak versi vegetarian dan isi cokelat.
Kulit bakpao: Biasanya terbuat dari tepung terigu rendah protein, ragi, gula, dan susu, dikukus hingga lembut dan putih seperti awan.
3. Dari Tradisi ke Tren
Bakpao kini tak hanya ada di warung atau toko roti Cina, tapi juga jadi bagian dari inovasi kuliner. Lihat saja:
Bakpao karakter lucu (panda, bebek, dll)
Bakpao lava (isi meleleh)
Bakpao isi keju, Nutella, hingga matcha
Versi modernnya sudah tidak lagi sakral, tapi tetap menyatukan budaya dan rasa dalam satu gigitan.
Kesimpulan: Roti Kukus, Rasa Tak Terkikis
Bakpao bukan sekadar makanan—ia simbol dari adaptasi, inovasi, dan sejarah panjang manusia yang lapar, kreatif, dan kadang mistis. Dari legenda jenderal ke meja makan anak kos, bakpao telah menempuh perjalanan luar biasa. Dan meski zaman berubah, kita tetap butuh satu hal: bakpao hangat di tengah dingin dunia.
---