30.5.25

Profesor dan Pelaut: Sebuah Kisah Tentang Berenangologi

Profesor dan Pelaut: Sebuah Kisah Tentang Berenangologi

Di usia hampir 70 tahun, Profesor Dr. dr. Ir. Eric Singontoloyo Manyundimejo, MM, MH, MSi, MBA, MSc, M.Sn, MKG, SKU, dan entah berapa lagi titel yang menempel di belakang namanya, memutuskan untuk berlibur. Tapi, namanya juga Profesor Eric — buat dia, liburan itu bukan tidur-tiduran sambil makan semangka, tapi... penelitian berat sambil senang-senang.

Kali ini, targetnya: hiu-hiu ganas di sebuah perairan yang bahkan Google Maps saja ogah memberi label.

Dia menyewa sebuah perahu tua, diawaki oleh seorang pelaut sederhana bernama Pak Bolot. Usianya sudah separuh abad, kulitnya legam dipanggang matahari, dan jenggotnya lebih lebat dari bulu sikat kamar mandi.

Saat perahu mulai menjauh dari pantai, Profesor membuka percakapan, sambil sesekali membetulkan kacamata minusnya yang tebalnya bisa dipakai buat memanggang telur mata sapi.

"Saudara," ucap Profesor dengan suara yang berat dan berwibawa seperti membaca hasil sidang akademik, "Apakah Anda tahu tentang Biologi, Ekologi, Zoologi, Geografi, serta Fisiologi?"

Pak Bolot menggaruk kepala yang tidak gatal, "Waduh, Profesor... saya mah kagak tau itu semua."

Profesor menghela napas panjang, membuat suara sigh yang seolah mengusir satu galon udara dari paru-parunya.

"Anda dulu kuliah di mana?"

Pak Bolot tersenyum malu, "Boro-boro kuliah, Prof. SD aja kagak tamat. Dulu harus bantu Bapak cari ikan. Mau makan aja susah."

Profesor Eric mendesah, lebih panjang dari napas pertama, kali ini hampir membuat dirinya pingsan sendiri.

"Wah... kalau begitu, pantas hidup Anda melarat seperti ini. Tanpa pendidikan tinggi, Anda akan kesulitan bertahan di dunia modern. Anda... maaf, sungguh bodoh."

Pak Bolot cuma ketawa kecil, memperbaiki tambang layar yang mulai kendor.

Tak lama, terdengar suara KRRAAKK! disertai getaran hebat. Perahu mereka menabrak karang. Air mulai masuk perlahan-lahan, bak ember bocor habis dipakai perang air anak kampung.

Profesor panik. Melihat laptop, jurnal, dan kamera mahalnya basah kuyup, ia melompat-lompat di dek seperti orkestra katak.

Pak Bolot dengan santai bertanya, sambil mulai melepas sandal jepitnya, "Eh, Prof... profesor tau berenangologi?"

Profesor tercenung, "Apaan itu berenangologi? Mana ada bidang ilmu begitu?"

Pak Bolot lanjut, "Kalau gitu, Profesor tau lolosologi dari hiulogi?"

Profesor menggeleng, wajahnya pucat seperti kanvas belum dilukis.

Pak Bolot nyengir, memperlihatkan giginya yang putih cemerlang — satu-satunya bagian tubuhnya yang tidak terbakar matahari.

"Kalau kagak tau berenangologi, hiulogi dan ikanologi bakal makan kepalalogi, otakologi, dan seluruh badanoligi Professor. Intinya... siap-siap matilogi deh, Prof!"

Pak Bolot langsung nyemplung ke laut dengan gaya punggung elit, melaju santai menembus ombak seperti lumba-lumba veteran.

Sementara itu, Profesor Eric?

Dia berdiri terpaku, masih berusaha menggabungkan seluruh pengetahuannya tentang Biologi, Ekologi, Zoologi, dan Fisiologi... hanya untuk menyadari bahwa tidak ada satu pun gelarnya yang mengajarkan:
"Kalau kapal bocor dan hiu ganas mendekat, segera berenang atau kabur."

Akhirnya, di bawah langit jingga dan suara ombak yang menertawakannya, Profesor Eric pun harus menerima kenyataan:
Titel sepanjang kereta api tidak ada gunanya saat akan tenggelam di tengah laut.. dan tidak tahu cara berenang.

Pesan Moral:

Jangan sombong
Pendidikan penting, tapi adab, kearifan, dan pengalaman hidup juga tak kalah berharga.
Setiap orang punya keahlian masing-masing, dan itu layak dihormati.

Previous Post
Next Post

Author:

Iqbalnana.com

Iqna menyajikan berbagai cerita pendek, kisah inspiratif, dan tips gaya hidup yang menyegarkan. Temukan template kreatif, gambar menarik, dan konten hiburan yang menginspirasi di sela waktu senggang anda.