Di negeri +62 ini, siapa sih yang nggak pernah dengar kata “santet”? Dari cerita warung kopi, bisikan tetangga, sampai dialog sinetron tengah malam, istilah santet udah hal yang biasa dan tidak aneh lagi. Ada yang percaya penuh, ada juga yang nyengir sambil bilang, “Palingan prasangka doang.”
Saya pribadi? Percaya.
Tapi... percaya dengan akal. Bukan berarti setiap masuk angin dan kembung level dikit, langsung nuduh, “Wah, ini pasti kiriman dari Bu Anu karena nunggak arisan!”
Sayangnya, kepercayaan terhadap hal ghaib ini sering kali menutup pintu logika kalau nggak dikendalikan. Alhasil, yang semestinya dibawa ke dokter malah dibawa ke dukun. Yang seharusnya dirawat secara medis, justru diolesin minyak sambil dibacain mantra dan disembur tiga kali sehari. Bukannya sembuh, malah tambah parah.
⚠️ Contoh Klasik yang Tragis
1. Serangan Jantung vs Mimpi Aneh
Seseorang wafat mendadak karena serangan jantung. Beberapa hari sebelumnya, dia cerita habis mimpi dikejar tetangganya pakai golok. Langsung deh, tuduhan santet beterbangan! Padahal, jantungnya lemah dan selama ini nggak pernah periksa rutin. Akibatnya? Keluarga berduka, hubungan antar-tetangga pecah, fitnah merajalela.
2. Hepatitis yang Disangka Kiriman
Seseorang mengalami demam, mual, badan lemas, dan perutnya tampak keras serta membuncit. Gejala klasik hepatitis. Tapi karena sebelumnya sempat berselisih paham soal lahan warisan dengan tetangga, langsung muncul vonis tak berdasar: “Ini pasti disantet!”
Alih-alih dibawa ke dokter untuk periksa fungsi hati dan diberi penanganan medis, ia malah dibawa ke dukun. Dikasih air rendaman bunga tujuh rupa, disapu pakai daun kelor, disembur sambil diteriakin mantra. Hasilnya? Bukan hanya pasien yang nggak sembuh-sembuh, tapi penyakitnya justru menular ke anggota keluarga lain.
Tetangganya? Terkena fitnah habis-habisan. Dicurigai, dijauhi, bahkan dipojokkan seolah-olah punya pasukan jin delivery. Padahal dia cuma lagi pelihara kucing oren dan suka berkebun.
📌 Islam: Percaya Ghaib, Tapi Wajib Berakal
Dalam Islam, meyakini adanya sihir atau gangguan jin itu sah-sah saja. Bahkan, dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 102 dijelaskan tentang sihir dan bahayanya. Tapi Islam juga mengajarkan akal dan usaha yang seimbang. Nabi ï·º bersabda:
“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Allah juga menurunkan obatnya.” (HR. Bukhari, no. 5354)
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan penyakitnya, maka ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR. Muslim, no. 2204)
“Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit, melainkan Allah juga menurunkan obatnya. Ini diketahui oleh sebagian orang dan tidak diketahui oleh yang lain.” (HR. Ahmad, 4:278, Sanad hadits ini sahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Ali Hasan Al-Halabi, juga ada hadits dari Ibnu Mas’ud)
Artinya? Kalau sakit, ya obati dulu secara medis. Jangan langsung loncat ke asumsi mistis tanpa bukti.
💡 Prinsip Penanganan: Medis Dulu, Alternatif Kemudian
1. Tangani Gejala Secara Logis
Sakit kepala? Minum obat pereda nyeri dulu, bukan langsung curiga teman kantor. Sakit perut? Bisa jadi maag, bukan karena kamu ngelewatin piring berisi kembang tujuh rupa.
2. Gejala Aneh? Tetap Tenang, Bawa ke RS Dulu
Kalau ada yang kejang-kejang, ngomong nggak nyambung, atau bertingkah aneh, utamakan keselamatan dulu. Jangan sampai orang kesurupan malah dibiarkan telanjang dada sambil panjat lemari. Bawa ke IGD. Nanti setelah stabil, baru bisa pertimbangkan ruqyah syar’iyyah, bukan ruqyah abal-abal.
Ingat: Ruqyah itu sunnah, berobat itu wajib.
🌿 Usaha, Doa, dan Tawakkal: Tiga Pilar Sembuh
Usaha medis: Dokter, obat, tes laboratorium.
Doa dan dzikir: Perlindungan dari Allah.
Tawakkal: Serahkan hasil pada-Nya, tapi jangan malas ikhtiar.
🧠Kesimpulan: Percaya Boleh, Tapi Jangan Abai Logika
Percaya sihir? Boleh. Tapi jangan sampai mistis menutup mata terhadap medis. Jangan gara-gara tetangga pelihara burung gagak dan tanam lidah mertua, langsung kamu blacklist dari pergaulan RT.
Salah diagnosis itu bisa fatal. Luka karena santet mungkin tak kasat mata. Tapi luka karena telat ke dokter itu nyata—dan sering kali berujung duka.
Sehat itu kewajiban, cerdas itu kebutuhan, tapi waras itu prioritas.
Semoga kita jadi umat yang beriman sekaligus berilmu. Karena dalam Islam, ilmu itu pelita, dan akal adalah anugerah. Jangan sampai karena terlalu “membuka mata batin”, kita justru menutup mata hati dan logika.
🕌🩺 Yuk, bijak dalam menyikapi kesehatan. Dunia butuh lebih banyak orang waras daripada dukun sakti.
***