Ukuran Font:


Di sebuah dusun terpencil yang bersandar pada rimba belantara, di mana waktu seakan berjalan lebih lambat, hiduplah seorang perempuan tua bernama Mbok Srini. Gubuknya yang kecil dan rapuh berdiri dalam keheningan, ditemani hanya oleh desau angin yang menyisir pucuk-pucuk ilalang. Hari-harinya adalah sebuah penantian panjang, hatinya adalah ladang kerinduan yang kering akan suara tawa seorang anak. Doa-doanya, yang tak henti ia lantunkan pada tanah dan langit, adalah bisikan paling sunyi di tengah alam yang luas.

Hingga pada suatu senja, ketika langit berwarna jingga, kesunyian itu pecah. Hutan di belakang gubuknya seakan membelah diri, dan dari keremangan pepohonan, muncullah sesosok makhluk raksasa yang kulitnya hijau laksana lumut purba. Ia adalah Buto Ijo, penghuni hutan yang angker. Suaranya adalah gemuruh dari perut bumi.

"Aku mendengar rintihan hatimu, perempuan tua," ujar sang raksasa. "Aku bisa memberimu seorang anak. Tapi ada perjanjiannya. Saat ia dewasa, kau harus menyerahkannya kembali kepadaku untuk menjadi santapanku."

Mbok Srini gemetar, antara takut dan secercah harapan yang nekat. Kerinduan akan seorang anak ternyata lebih kuat dari kengeriannya. Dengan suara lirih, ia menyanggupi perjanjian yang mengerikan itu. Buto Ijo lalu memberinya sebiji mentimun yang warnanya ganjil, sebelum kembali lenyap ke dalam hutan yang gulita.

Dengan tangan penuh harapan, Mbok Srini menanam biji itu di halaman belakang. Ajaib, dalam semalam tunasnya tumbuh, dan esoknya telah berbuah satu mentimun raksasa yang berkilau keemasan, seolah menyerap seluruh cahaya matahari. Hati-hati, ia membelah buah itu. Dan di dalamnya, terbaring sesosok bayi perempuan mungil yang cahayanya lebih terang dari emas mentimun itu sendiri.

Tangis pertama bayi itu memecah kesunyian yang telah puluhan tahun membelenggu gubuk Mbok Srini. Ia menamainya Timun Mas.

Tahun-tahun berlalu laksana mimpi yang indah. Timun Mas tumbuh menjadi seorang gadis yang elok parasnya dan luhur budinya. Ia adalah mentari bagi dunia Mbok Srini yang semula kelam. Namun, kebahagiaan itu adalah kebahagiaan pinjaman. Di balik setiap senyum dan tawa, ada bayang-bayang janji yang kian mendekat, sebuah utang yang harus segera dibayar.

Tepat di hari ulang tahun Timun Mas yang ketujuh belas, bumi kembali bergetar. Buto Ijo datang menagih janji. Wajahnya menyeringai lapar, matanya tertuju pada Timun Mas yang bersembunyi di belakang ibunya.

Mbok Srini tahu, inilah saatnya. Dengan air mata yang berlinang, ia memeluk putrinya erat. "Lari, Anakku," bisiknya mendesak. "Jangan biarkan raksasa itu menangkapmu. Bawalah ini, bekal dari Ibu."

Ia menyerahkan empat buah kantung kecil (buntelan), lalu mendorong Timun Mas untuk lari melalui pintu belakang. "Pergilah ke arah matahari terbit. Jangan menoleh ke belakang!"

Maka, dimulailah sebuah pelarian antara hidup dan mati. Timun Mas berlari sekuat tenaga, membawa seluruh harapan ibunya di punggungnya. Di belakangnya, Buto Ijo mengejar dengan langkah-langkah raksasa yang membuat bumi berguncang. Deru napasnya terdengar laksana badai yang siap menerkam.

Ketika sang raksasa hampir menggapainya, Timun Mas teringat pesan ibunya. Ia mengambil kantung pertama dan melemparkannya ke belakang. Isinya adalah biji mentimun. Seketika, tanah di belakangnya berubah menjadi ladang mentimun yang luas, sulur-sulurnya yang berduri tumbuh liar, menjerat dan membelit kaki Buto Ijo laksana ribuan tangan lapar. Namun, dengan amarah yang meluap, sang raksasa berhasil merobek rintangan itu dan kembali mengejar.

Napas Timun Mas tersengal. Ia mengambil kantung kedua yang berisi jarum-jarum dan melemparkannya. Ajaib, jarum-jarum itu berubah menjadi hutan bambu yang rapat dan runcing, angkuh menusuk langit. Buto Ijo meraung kesakitan saat tubuhnya tergores bambu-bambu tajam, namun kebencian memberinya kekuatan untuk menerobos.

Kini jarak mereka semakin dekat. Dengan tangan gemetar, Timun Mas melemparkan kantung ketiga yang berisi garam. Tanah di belakangnya seketika menjelma menjadi samudra dadakan yang luas dan bergelora, airnya asin laksana air mata seorang ibu yang tak terhingga. Buto Ijo terpaksa berenang melintasi lautan itu. Tenaganya terkuras, namun ia tak menyerah.

Dengan sisa tenaga terakhir, ia berhasil mencapai seberang. Kini napasnya yang panas terasa di tengkuk Timun Mas. Inilah harapan terakhir. Timun Mas meraih kantung keempat yang berisi terasi udang dan melemparkannya sekuat tenaga.

Keajaiban terbesar pun terjadi. Terasi itu berubah menjadi lautan lumpur yang pekat dan mendidih, sebuah rawa keputusasaan yang menelan angkara murka. Buto Ijo yang kelelahan tak sanggup lagi melawan. Ia terperosok ke dalam lumpur hisap itu. Perlahan, tanah yang lapar itu menariknya ke bawah, menenggelamkannya ke dalam keheningan abadi hingga tak bersisa.

Langit kembali cerah. Timun Mas telah selamat. Dengan langkah yang tak lagi diburu ketakutan, ia kembali ke pelukan ibunya. Gubuk yang semula diselimuti awan duka, kini kembali disinari oleh cahaya harapan yang utuh dan abadi, bukti bahwa cinta seorang ibu adalah bekal paling sakti untuk menaklukkan kegelapan mana pun.


TAMAT
---
Hikmah kisah Timun Mas



🌟 Hikmah dari Kisah Timun Mas

1. Berdoalah dan Mintalah Hanya pada TUHAN, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Mbok Srini sangat ingin punya anak. Tapi karena terlalu sedih dan tak sabar, ia menerima bantuan dari Buto Ijo, makhluk yang bukan manusia dan bukan Tuhan. Itu adalah pilihan yang keliru.
Kalau kita menginginkan sesuatu, kita harus berdoa dan berharap hanya kepada Allah. Karena hanya Allah yang benar-benar sayang dan tahu apa yang terbaik buat kita.
Jangan meminta kepada siapa pun selain Allah, apalagi kepada makhluk yang jahat dan suka menakut-nakuti.
---

2. Cinta Ibu Itu Ajaib

Mbok Srini sangat menyayangi Timun Mas. Ia rela melakukan apa saja untuk melindungi anaknya. Bahkan di saat berbahaya, ia masih sempat memberikan bekal agar anaknya bisa selamat.
Dari sini kita belajar:
Cinta seorang ibu bisa menjadi kekuatan besar yang menyelamatkan. Maka, kita harus selalu menyayangi, menghormati, dan mendoakan orang tua kita, terutama ibu.
---

3. Kepintaran dan Keberanian Bisa Mengalahkan Hal yang Menakutkan

Timun Mas tidak punya kekuatan seperti Buto Ijo. Tapi ia punya bekal, punya akal, dan punya keberanian.
Ia tidak menyerah, dan tahu kapan harus bertindak.
Ini mengajarkan bahwa:
Orang pintar dan berani tidak selalu harus kuat secara fisik. Tapi yang tahu cara menghadapi masalah dengan tenang dan tidak mudah panik, akan bisa selamat.
---

4. Jangan Mudah Percaya Janji yang Menggiurkan

Buto Ijo memberi janji yang kelihatannya baik, tapi ternyata berbahaya. Kadang dalam hidup, ada orang atau sesuatu yang kelihatan baik di awal, tapi sebenarnya ingin mencelakakan.
Jadi, kita harus berhati-hati dan jangan mudah percaya pada janji yang aneh-aneh, apalagi kalau berasal dari orang yang tidak kita kenal atau terlihat menakutkan.
---

5. Jangan Lupa, Allah Selalu Menolong Orang yang Berdoa dan Berusaha

Meskipun Timun Mas dikejar oleh raksasa yang sangat kuat, tapi ia tidak menyerah. Ia terus berlari, menggunakan bekal ibunya, dan yakin bahwa Allah akan menolong.
Dan benar! Setiap kali ia melempar buntelan, keajaiban terjadi.
Ini artinya:

> Kalau kita sedang dalam masalah, jangan takut. Berdoalah kepada Allah, lalu berusaha sekuat tenaga. Allah tidak akan meninggalkan orang yang beriman dan berjuang dengan jujur.

---