Pendahuluan
Di era sharing informasi super cepat, mudah sekali beredar kabar bahwa “kecerdasan diturunkan dari ibu, bukan ayah.” Seakan-akan otak yang cerdas adalah hak prerogatif kromosom X sang ibu, sedangkan ayah hanya nonton dan setuju saja. Artikel ini akan membedah: dari mana asal mitos ini, sejauh mana kebenarannya, dan bagaimana pandangan ilmiah modern tentang warisan kecerdasan.
1. Asal-Usul Mitos: Kromosom X dan “Conditional Genes”
Mitos ini berakar pada penemuan lama yang menunjukkan beberapa gen penting terletak pada kromosom X. Karena perempuan memiliki dua kromosom X (XX) sementara laki-laki hanya satu (XY), maka teori kuno menyimpulkan:
Anak laki-laki hanya bisa mendapatkan kromosom X dari ibu, sehingga “segalanya” tentang kecerdasan berasal dari ibu.
Anak perempuan mendapatkan satu X dari ibu dan satu X dari ayah, tetapi tetap dianggap balance-nya lebih dominan ke ibu.
Penelitian awal pada tikus transgenik juga menemukan pola “imprinting” genetik, di mana gen‐gen tertentu aktif hanya jika berasal dari ibu (maternal imprinting), sedangkan yang paternal dinonaktifkan di bagian otak yang mengatur fungsi kognitif tingkat tinggi seperti korteks serebral .
2. Mengapa Klaim Ini Bersifat Sensasional (Tapi Tidak Solid)
Beberapa media populer—mulai dari The Independent hingga CBS News—berita cetusnya tahun 2016 menegaskan “ayah tak punya andil soal IQ” . Namun, penyelidikan lebih jauh mengungkap bahwa:
Artikel‐artikel itu merujuk ke sebuah posting blog yang tidak memuat penelitian baru sama sekali, melainkan sekadar menggabungkan studi tua dari rentang 1972–2012.
Banyak klaim tidak disertai data GWAS (penelitian genom‐lebar) modern yang bisa mengidentifikasi gen spesifik dengan efek signifikan pada IQ.
Snopes, situs pemeriksa fakta, menilai klaim “intelijen hanya diwariskan lewat ibu” sebagai Unproven karena tidak ada penelitian baru yang valid mendukungnya .
3. Fakta Ilmiah Modern: Kecerdasan Itu Poligenik
Penelitian genetika terkini—terutama Genome-Wide Association Studies (GWAS)—menunjukkan kecerdasan adalah sifat poligenik, yaitu dipengaruhi oleh ribuan varian DNA di seluruh genom, bukan hanya di kromosom X:
SNP (Single Nucleotide Polymorphisms) yang berkorelasi dengan kemampuan kognitif tersebar di autosom (kromosom non-seks) dan hanya sebagian kecil pada X.
Polygenic Scores dapat memprediksi hingga ~4–10% varians IQ, tetapi ini berasal dari gabungan efek kecil ribuan gen .
Heritabilitas total (~50–60%) mencerminkan kontribusi genetik vs. lingkungan, bukan penentuan tunggal.
4. Peran Lingkungan dan Epigenetika
Selain genetika, faktor lingkungan memegang peranan besar dalam membentuk kecerdasan:
Stimulasi awal: interaksi orang tua, pendidikan, gizi, hingga kualitas tidur.
Epigenetika: cara gen diekspresikan dapat berubah berdasarkan pengalaman hidup—stres, nutrisi, paparan racun—yang memengaruhi kinerja otak.
Jadi, meski gen “meletakkan dasar,” lingkungan adalah tukang dekor yang menentukan seberapa optimal kecerdasan itu berkembang.
5. Kesimpulan: Bukan Ibu vs. Ayah, Melainkan Gabungan Kompleks
Mitos: “IQ hanya dari ibu” berakar pada temuan lama tentang kromosom X dan imprinting, namun terlalu disederhanakan.
Fakta: Kecerdasan adalah sifat poligenik dan dipengaruhi oleh ribuan gen dari kedua orangtua, plus kondisi lingkungan selama kehidupan.
Jadi, jika Anda ingin “menyalahkan” atau “mengucapkan terima kasih” kepada siapa, ingatlah: kecerdasan Anda adalah hasil duet genetik ibu‐ayah plus orchestrasi lingkungan. Ayah dan ibu sama‐sama berkontribusi—cukup adil, kan?
Referensi Utama
Penelitian kromosom X dan imprinting:
Debunking klaim ibu‐saja:
GWAS dan sifat poligenik kecerdasan: