28.5.25

Tukang Kayu Pensiun

 

Tukang Kayu Pensiun

Pagi itu, langit seperti sedang malas—abu-abu, berat, dan tidak bersemangat. Sama persis seperti suasana hati Pak Surya saat ia melangkahkan kaki ke kantor bosnya. Tangannya menggenggam topi lusuh, topi yang sudah menemani perjalanan panjangnya sebagai tukang kayu yang jujur, berdedikasi, dan, kalau boleh jujur, seringkali dibayar telat.

Dengan suara serak, Pak Surya berdeham pelan. "Pak, saya rasa... sudah waktunya saya berhenti. Mau fokus ke keluarga, ke kehidupan pribadi. Mau ngurus cucu... sama ayam-ayam tetangga yang suka nyelonong ke halaman."

Bosnya menatapnya, seakan dunia baru saja kehabisan persediaan pekerja rajin. Pak Surya bukan sekadar tukang kayu; dia itu mesin tua yang ajaib—kalau disuruh kerja, jalan. Kalau disuruh libur, malah ngelap palu.

Setelah beberapa detik sunyi yang canggung—yang bahkan semut lewat pun kayaknya segan buat berisik—bosnya menarik napas panjang.

"Pak Surya," katanya dengan nada berat, "boleh satu permintaan terakhir? Satu rumah lagi. Untuk kenangan."

Satu rumah lagi.

Pak Surya menghela napas seperti aktor utama di drama Korea. Kepalanya mengangguk, tubuhnya setengah rela. Di dalam hatinya, sudah ada bayangan pensiun penuh kejayaan: tidur siang, minum teh, dan tidak lagi berdebat soal ukuran paku.

Sayangnya, hidup suka bercanda.

Mulailah pembangunan rumah "kenangan" itu. Tapi beda dari proyek-proyek sebelumnya, kali ini Pak Surya bekerja dengan tingkat antusiasme setara kucing yang disuruh mandi.

Kayu? Yang penting panjangnya cukup. Lurus atau tidak, itu urusan gravitasi.

Paku? Yang bengkok tetap dipakai. Ditegur mandor? Pak Surya cuma senyum, ala-ala guru yoga yang sudah mencapai nirwana: "Santai, Bro, yang penting selesai."

Dinding? Kalau dari jauh kelihatan berdiri, sudah syukur. Dekorasi? Ah, orang zaman sekarang suka desain minimalis, kan? Jadi kosong begini bukan salah dia, tapi tren.

Beberapa minggu kemudian, rumah itu selesai. Dalam artian: ada atap, ada tembok, dan—dengan sedikit imajinasi—orang bisa menyebutnya 'tempat tinggal'. Pak Surya menyerahkan kunci ke bosnya, bersiap mengucapkan selamat tinggal ke dunia paku-memaku.

Tapi hidup, seperti biasa, masih menyimpan satu lelucon kejam lagi.

Bosnya menyodorkan kunci itu kembali dengan senyum lebar.

"Pak Surya, rumah ini untuk Anda. Ini hadiah kami. Sebagai bentuk terima kasih atas semua kerja keras dan loyalitas Bapak selama ini."

Suasana mendadak hening. Bahkan burung gereja di luar jendela rasanya mendadak berhenti berkicau, pura-pura sibuk.

Pak Surya membeku, menatap rumah yang dia bangun setengah hati. Ia mendadak ingat setiap papan yang dipasang asal, setiap paku yang dicantelkan sambil menguap, setiap cat belang yang dia anggap "efek artistik alami".

Ingin rasanya dia tertawa. Atau menangis. Atau dua-duanya sekaligus.

Kalau saja dia tahu...
Kalau saja ada tanda-tanda kecil, semacam plang di depan proyek bertuliskan: "Hati-hati, ini rumah Anda sendiri."
Kalau saja ada malaikat datang berbisik, atau setidaknya ada kucing lewat sambil ngedipin mata kode.

Tapi tidak.

Yang ada hanya rumah yang sekarang akan jadi saksi bisu: betapa fatalnya meremehkan satu pekerjaan kecil.
Atap yang bocor, dinding yang retak, dan jendela yang bunyinya seperti jeritan tikus tiap malam, akan menjadi musik latar hidupnya ke depan.

Pak Surya menghela napas. "Yah, lumayanlah," gumamnya, "minimal rumah ini... punya ventilasi alami. Tanpa perlu AC, tiap malam tetap dapet angin sepoi-sepoi. Dari sela-sela dinding."

Sambil berjalan ke rumah barunya—rumah dari penyesalan dan sarkasme yang ia bangun sendiri—Pak Surya menguatkan hati.

Mungkin hidup memang seperti ini:
Seringkali kita tak sadar bahwa kita sedang membangun untuk diri kita sendiri...
Sampai semuanya terlambat.

Pesan Moral:

Jangan pernah mengerjakan sesuatu dengan setengah hati. Karena bisa jadi, hasilnya bukan hanya untuk orang lain... tapi untuk diri kita sendiri. Dan percayalah, tidur di rumah yang bocor itu, lebih sakit daripada hanya sekadar penyesalan biasa.

Previous Post
Next Post

Author:

Iqbalnana.com

Iqna menyajikan berbagai cerita pendek, kisah inspiratif, dan tips gaya hidup yang menyegarkan. Temukan template kreatif, gambar menarik, dan konten hiburan yang menginspirasi di sela waktu senggang anda.