Gara-Gara Suka Mengumpat - Cerita Pendek
Dahulu kala, di sebuah kampung kecil yang ramai oleh tawa dan suara ayam, tinggal dua anak laki-laki yang sangat bersahabat: Tama dan Rehan.
Rumah mereka hanya dipisahkan satu warung kelontong, jadi hampir setiap hari mereka bermain bersama. Mereka seperti nasi dan lauk: nggak pernah pisah. Kalau Tama ke lapangan, Rehan pasti nyusul. Kalau Rehan main layangan, Tama udah siap di belakangnya bawa tali cadangan.
Mereka berteman baik, suka tolong-menolong, dan tahu cara tertawa bersama. Tapi... ada satu hal buruk yang mereka pelihara:
MULUTNYA!
Yup. Mereka suka mengumpat.
Awalnya sih cuma iseng-iseng waktu main game:
"Aduh kalah lagi, a### banget!"
"Lu gimana sih, a### amat!"
"Parah lo, otak a###!"
"Eh liat tuh, kayak a###, sumpah!"
Tiap hari, kata-kata itu jadi camilan buat mulut mereka. Kadang diulang-ulang sampai kayak mantra. Bahkan pas lagi bercanda, umpatan jadi bumbu utamanya.
Orang tua mereka udah capek ngomelin.
Guru-guru di sekolah udah pernah kasih nasihat:
“Kata-kata kalian itu bisa menyakiti hati orang. Dan bisa jadi doa loh…”
Tapi mereka cuma jawab,
“Kan cuma bercanda, Bu… hehe.”
🕹️ Hingga suatu hari...
Tama dan Rehan sedang main game online di rumah Rehan.
Seru banget! Tapi… ya biasa… mereka kalah.
"Aduh! Kalah lagi, a### lo!"
"Gara-gara lu tuh, a### banget mainnya!"
"Lu a### sih! Udah gua bilang jangan maju sendiri!"
"Ah, lu juga a###! Kompak a###!"
Tiba-tiba...
"GUK."
Tama mengernyit.
Rehan tertawa, “Lo ngapain sih? Niru anjing?”
Tama mencoba bicara lagi,
“Guk guk… guk… GUK??”
Rehan langsung diem.
Matanya melotot.
Dia mau jawab... tapi...
"GUK!"
"GUK GUK GUKK!!"
Sekarang dua-duanya cuma bisa menggonggong!
Mulutnya masih terbuka... tapi kata-katanya hilang.
Yang keluar cuma: guk… guk… GUK!!!
🏃♂️ PANIK!!
Mereka saling pandang.
Lalu berlari sekencang-kencangnya pulang sambil mengguk.
Orang-orang di jalan ngira ada anjing kabur.
Tapi begitu lihat wajahnya:
“Lho? Itu... Tama sama Rehan???”
Orang tua mereka panik.
Ibunya menjerit:
“Tamaaa! Anak Ibu kenapa suaranya kaya ....???”
🧙♂️ Dipanggillah Pak Damar
Pak Damar, pemuka agama desa, dipanggil.
Beliau datang membawa tongkat kayunya.
Setelah mendengar cerita mereka (disampaikan dengan... guk guk), beliau mengangguk lama.
“Hmm... anak-anak ini terkena teguran dari yang Maha Kuasa. Karena mulut mereka digunakan untuk mengumpat, menyakiti, dan meremehkan... Maka Tuhan mengizinkan makhluk lain memberikan pelajaran. Suara mereka diambil... diganti dengan suara... yang biasa mereka ucapkan.”
Semua orang terdiam.
Angin seperti ikut berhenti bergerak.
“Tapi bila Tuhan mengijinkan, masih bisa disembuhkan. Dengan syarat… mereka bertobat. Sungguh-sungguh. Minta maaf pada orang tua. Pada Tuhan. Dan BERJANJI tidak akan mengumpat lagi.”
🙏 Malam Tobat
Malam itu, Tama dan Rehan menangis.
Meski cuma bisa menggonggong, mereka tuliskan janji mereka dengan tangan gemetar:
“Kami tidak akan mengumpat lagi.
Kami ingin bicara dengan hati, bukan dengan kasar.
Kami ingin suara kami kembali. Dan hati kami bersih kembali.”
Pak Damar memimpin doa. Semua orang ikut menengadahkan tangan.
Langit malam itu terasa lebih khusyuk dari biasanya.
🌞 Keesokan Paginya...
“Bu... aku... bisa ngomong lagi!!”
“Pak!! Aku bisa ngomong!! Aku.. suaraku... manusia lagi!!”
Tama dan Rehan bersorak. Mereka melompat-lompat sambil memeluk orang tuanya.
Seisi desa heboh... tapi juga lega.
Dan sejak saat itu...
Tama dan Rehan berubah.
Mereka jadi anak paling sopan di sekolah.
Kalau teman lain mulai ngomel, mereka langsung berkata:
“Eh... jangan ya. Mulut itu seperti kunci hati. Kalau dibuka dengan kasar, yang keluar bukan kebaikan.”
Bahkan satu desa jadi berhenti mengumpat.
Karena nggak ada yang mau suaranya hilang...
...dan diganti jadi GUK.
📚 Pesan Moral:
Kata-kata adalah cermin dari hati.
Semakin kasar kata yang keluar, semakin kotor hati di dalamnya.
Yuk, kita jaga mulut. Jangan sampai gara-gara satu kata, satu suara... hilang selamanya.
Posting Komentar
0 Komentar