Taman Puring Terbakar, Nurani Jangan Ikut Gosong
Jakarta, Juli 2025 – Api besar melalap Pasar Taman Puring di Jakarta Selatan, Selasa (29/7), meninggalkan lebih dari sekadar puing dan abu. Ratusan kios lenyap dalam semalam, membawa serta mata pencaharian banyak orang. Para pedagang tak hanya kehilangan barang dagangan, tapi juga kehilangan semangat.. bukan karena api semata, melainkan karena perilaku sesama manusia yang jauh lebih panas dari kobaran itu sendiri.
"Pas ngambil radio lumayan gede itu, kita bawa ke depan. Udah kayak gitu, ada yang mau maling lagi. Hadeh, bikin emosi. Untungnya berat, nggak mungkin dibawa. Kita saja bertiga angkat. Gila... udah kena musibah, ada aja yang mau jarah," kata H, seorang pedagang yang menjadi korban kebakaran.
Musibah ini seolah menjadi panggung yang memperlihatkan siapa manusia sebenarnya. Di saat sebagian orang berjuang menyelamatkan sisa dagangan, sebagian lainnya justru menyelinap di antara kepanikan.. mencuri dari orang yang sedang kehilangan.
"Apalagi semalam itu helm, hadeh, dicolongin juga. Saya sih mikir, helm bukan barang mahal juga. Itu saya lihat ada orang yang ambil 5 helm, diambilin ke motornya, ada juga komplotan yang bawa pakai karung," lanjut H.
Barang yang Diselamatkan, Justru Dijarah
Bukan hanya api yang jadi ancaman, tapi juga manusia lain yang kehilangan empati. Ada yang menyasar helm, ada pula yang nekat mencoba mencuri radio besar. Bahkan ada yang datang dengan niat penuh dan karung kosong, seolah pasar yang terbakar ini adalah pesta belanja liar tanpa kasir.
Ini bukan soal miskin atau kaya. Ini soal niat. Ini soal hati yang sudah terbiasa mencari celah dosa, bahkan ketika orang lain sedang menderita.
Hidup Sementara, Tapi Nilai Diri Itu Kekal
Ada satu hal yang patut direnungkan bersama: hidup ini sementara. Yang kita miliki bisa hangus dalam sekejap. Tapi yang kita pilih untuk lakukan, akan tertinggal lama dalam catatan kehidupan.
Bahkan jika seorang pencuri itu tidak percaya pada Tuhan, hukum semesta tetap berlaku. Apa yang diambil dengan cara buruk, akan kembali dengan cara lebih buruk.
Mungkin dalam jangka pendek maling itu bisa mendapatkan uang. Bisa membeli rokok, bensin, bahkan paket data. Tapi dalam jangka panjang, yang ia dapat hanyalah ketagihan akan dosa kecil yang lama-lama jadi dosa besar. Dan itu akan merusak hidup, pelan tapi pasti. Bukan karena kutukan, tapi karena konsekuensi.
Penjarahan Bukan Refleks, Tapi Pilihan
Kita tidak sedang membicarakan orang kelaparan yang mencuri beras untuk bertahan hidup. Ini tentang orang yang sadar, berjalan ke lokasi kebakaran, dan mengincar barang-barang selamat milik orang lain untuk diamankan, bukan untuk membantu tapi untuk dirinya sendiri.
Yang satu kehilangan karena musibah, warga yang baik sibuk membantu dan memadamkan api, sekelompok kecil lain malah mengutil karena ada kesempatan. Kelompok yang terakhir ini bukan lagi karena miskin.. tapi karena moral yang buruk.
Penutup: Api Bisa Padam, Tapi Bekasnya Lama Hilang
Kebakaran Pasar Taman Puring adalah pengingat pahit, bahwa tidak semua manusia bertindak sebagai manusia. Di tengah kepanikan, ada yang tetap memilih membantu. Tapi ada pula yang memanfaatkan.
Dan jika kita pernah berpikir bahwa apa pun yang bisa kita ambil saat orang lain lengah adalah "rezeki", mungkin sudah saatnya kita koreksi definisi kita sendiri.
Karena rezeki yang benar tidak datang dari mencuri di tengah kesedihan orang lain.
Sumber fakta & kutipan:
Detik News, "Pasar Taman Puring Terbakar, Waka DPRD Minta Patroli Ketat Cegah Penjarahan"
Posting Komentar
0 Komentar