Pada suatu malam yang sunyi di Hutan Mutiara, semua hewan bersiap tidur. Semua, kecuali satu.
Dia adalah Tino si Tarsius—si kecil berkaki panjang, telinga tajam, dan yang paling mencolok: mata bundar sebesar bola kelereng, melotot seperti kaget seumur hidup. Tapi jangan salah, mata itu bukan karena kopi kebanyakan. Itu adalah mata super, yang bisa melihat dengan jelas meski di tengah kegelapan total!
Sayangnya, Tino sering jadi bahan becandaan.
“Tino! Jangan mandang aku terus, nanti aku berubah jadi kodok!”
“Pernah nggak sih kamu kedip?”
“Kalau mata kamu makin besar, bisa dijadiin mangkok!”
Tino hanya senyum. Ia tahu, kelak matanya bakal menyelamatkan malam.
Dan betul saja, malam itu—saat semua tertidur lelap—Hutan Mutiara gelap gulita karena bulan sedang libur alias gerhana total.
Tiba-tiba…
SRRRAAKKK!
Ada suara gemuruh dari arah lereng bukit. Tino langsung melompat dari dahan, matanya menyapu kegelapan. Ia melihat—dengan sangat jelas—pohon besar tumbang, menutup jalur air ke danau kecil yang jadi sumber minum hewan-hewan!
Dan lebih parahnya lagi… Kiki si Kukang sedang tidur persis di dekat pohon itu!
Tino panik. Ia melompat dari dahan ke dahan seperti ninja kecil berkeringat, mencari bantuan. Tapi semua hewan tertidur—Momo si Monyet bahkan pakai headset daun pisang dan ngorok dengan gaya.
“MO! KIKI BAHAYA! KIKIIII!!”
“Hah? Siapa? Aku bukan Kiki. Aku… burung… terbang…”
“GORO! Kau bisa terbang! Ayo bantu!”
“Gelap banget, bro… aku nggak bisa lihat apa-apa.”
Tino sadar, hanya dia satu-satunya yang bisa melihat di kegelapan ini.
Maka dengan kecepatan kilat (untung dia juga bisa melompat jauh), Tino menerobos semak, meniti dahan, dan dengan satu lompatan dramatis seperti adegan film, ia menarik ekor Kiki sebelum reruntuhan ranting dan daun menimpa tempat tidur si Kukang lamban itu.
“Huwaaah... Hah? Udah pagi?” tanya Kiki dengan suara setengah sadar.
“Belum, Ki. Tapi kamu hampir jadi ‘kukang gepeng’, untung aku lihat.”
Akhir Cerita:
Keesokan harinya, setelah sinar matahari kembali dan semua hewan tahu cerita malam itu, mereka berkerumun di bawah pohon besar, memandang Tino dengan hormat.
“Mulai sekarang, siapa yang bilang mata Tino aneh… siap-siap tidur tanpa jatah buah seminggu!” kata Momo dengan semangat.
“Betul!” sahut Goro, “Kita berhutang nyawa padanya… dan Kiki juga berhutang sarapan!”
Tino hanya tersenyum—dengan mata tetap melotot.
Pesan Moral:
Kadang, kelebihan kita tidak dimengerti oleh orang lain... sampai dunia menjadi gelap, dan kita menjadi satu-satunya cahaya.
Jangan pernah malu jadi berbeda—karena di saat yang tepat, itulah yang membuatmu luar biasa.
***
profil singkat hewan Tarsius:
Nama Hewan: Tarsius
Nama Ilmiah: Tarsius spp.
Habitat: Hutan tropis di Asia Tenggara (terutama Indonesia, Filipina, Malaysia)
Ukuran Tubuh: Kecil, panjang tubuh sekitar 10–15 cm, ekor lebih panjang dari tubuh
Ciri Khas:
Mata sangat besar, lebih besar dari otaknya
Kepala bisa berputar 180 derajat ke kanan dan kiri
Telinga sensitif, selalu bergerak-gerak
Kaki belakang panjang untuk melompat jauh dari satu dahan ke dahan lain
Aktif di malam hari (nokturnal)
Tidak bisa berjalan, hanya bisa meloncat-loncat
Makanan: Serangga, kadal kecil, burung kecil, dan hewan kecil lainnya (karnivora sejati)
Keunikan:
Salah satu primata terkecil di dunia
Sangat pemalu dan sensitif terhadap cahaya
Komunikasi melalui suara ultrasonik yang tidak terdengar manusia
Sekali lompat bisa sejauh 40 kali panjang tubuhnya!
Status Konservasi: Banyak spesies tarsius tergolong terancam punah karena perusakan habitat