Kebaikan yang Diulang-Ulang Lama-Lama Jadi Kewajiban (Dan Kalau Telat, Malah Diomelin)
Pendahuluan: Ketika Niat Baik Menjadi Beban
Di tahun 2005, suasana kantor masih penuh transisi. Mesin ketik mulai pensiun, komputer mulai berjajar di meja-meja pegawai. Di salah satu kantor itulah Ujang bekerja. Ujang bukan siapa-siapa secara jabatan, tapi dia punya satu "kelebihan kecil" yang ternyata berdampak besar: dia paham komputer lebih dari teman-temannya.
Awalnya, Ujang hanya ingin membantu. Tiap kali ada printer ngadat, file hilang, atau komputer nge-freeze, Ujang selalu tanggap. Bukan karena digaji untuk itu, tapi karena dia peduli. Teman yang panik, Ujang bantu. Teman yang gaptek, Ujang sabar jelaskan.
Tapi yang namanya kebaikan kalau terlalu sering dilakukan apalagi tanpa disadari.. tidak ada sistem yang melindungi lama-lama berubah dari "bantuan" jadi kewajiban tidak tertulis.
Kisah Ujang: Dari Relawan Jadi Tumbal
Ketika komputer sudah menjadi alat utama, dan teknisi hanya mau datang kalau kerusakan berat dan bersih, Ujang jadi harapan pertama. Masalahnya, pekerjaannya sendiri sebagai tenaga administrasi juga bertambah. Banyak surat menyurat, laporan digital, input data.. tapi permintaan tolong dari teman-teman makin sering dan makin rewel.
Sampai pada suatu hari, Ujang tidak bisa langsung menanggapi karena sedang menyusun laporan akhir bulan. Salah satu teman menyindir sambil melotot:
“Enak ya kerja cuma duduk-duduk, gak ada kerjaan, makan gaji buta.”
Tolong yang dulu jadi pujian, kini berubah jadi tuntutan.
Padahal Ujang tak pernah minta tambahan gaji, tunjangan khusus, apalagi gelar “dewa IT”.
Fenomena Umum: Ketika Kebaikan Tidak Dikelola
Cerita Ujang itu bukan satu-satunya. Bisa jadi kamu juga pernah atau sedang mengalaminya:
- Teman kantor yang jago desain selalu dimintai tolong buat poster.
- Yang paham bahasa Inggris diminta translate terus-terusan.
- Yang sabar disuruh jadi penengah konflik terus-menerus.
- Yang ringan tangan jadi andalan... bahkan untuk hal yang di luar jobdesc.
Masalah muncul bukan karena kebaikannya, tapi karena tidak ada batasannya.
Kebaikan yang diulang terus, tanpa disadari orang lain sebagai bonus, akan dianggap sebagai bagian dari tugasmu.
Dan ketika kamu berhenti—atau sekadar terlambat—kamu dianggap bersalah.
Pembahasan: Bagaimana Harusnya?
1. Kenali Batas Kebaikanmu
Kamu boleh (dan sebaiknya) tetap baik. Tapi baik itu bukan berarti harus selalu siap sedia.
Ujang seharusnya sudah mulai menentukan:
"Saya bisa bantu di luar jam sibuk,"
atau
"Kalau bisa, minta surat tugas ya, biar saya ada dasar kalau pekerjaan utama terlambat."
2. Dokumentasikan Peran Tambahan
Kalau bantuanmu sudah seperti kerjaan tambahan, minta atasan untuk mencatatkannya. Bisa dalam bentuk jobdesc tambahan atau surat tugas. Bukan soal ingin pujian.. ini soal perlindungan kerja dan kejelasan peran.
3. Jangan Segan Mengatakan "Nanti Dulu"
Menolak secara halus bukan berarti kamu pelit.
Menunda dengan alasan yang jelas bukan berarti kamu malas.
Kalau kamu tidak menjaga dirimu sendiri, jangan harap orang lain akan melakukannya.
4. Pihak Manajemen Juga Harus Melek
Kalau kantor sadar bahwa satu orang sering jadi tambal ban bocor tanpa kompensasi, harusnya ada kebijakan:
- Apakah dibuat divisi khusus IT?
- Atau beri tambahan insentif?
- Atau sediakan SOP yang melibatkan teknisi resmi, bukan Ujang.
Saran Ideal: Kebaikan Harus Dikelola
- ✅ Bantu kalau bisa, tapi beri batas waktu dan porsi.
- ✅ Bicarakan dengan atasan bila bantuanmu mulai menggangu tugas utama.
- ✅ Jangan sampai karena kamu terlalu baik, orang jadi terlalu manja.
- ✅ Ingat: tanggung jawabmu tetap pada tugas utamamu.
Kesimpulan: Kebaikan Itu Bernilai, Jangan Sampai Murahan
Kebaikan itu seperti air minum gratis di warung. Awalnya disyukuri. Tapi kalau terus-terusan gratis dan tidak dijaga kualitasnya, orang lupa menghargai. Bahkan bisa protes kalau airnya habis.
Ujang bukan salah karena terlalu baik. Tapi kantor dan lingkungannya salah karena terlalu diam.
Kalau kebaikan terus dibiarkan tanpa batas, bukan tidak mungkin kamu akan dimarahi hanya karena tidak sempat membantu.
Maka, tetaplah jadi orang baik. Tapi ingat: orang baik pun butuh proteksi dan batasan.
Semoga Ujang di mana pun dia sekarang, sudah tidak lagi dianggap "makan gaji buta." Dan semoga kamu yang membaca ini bisa tetap menolong... tanpa harus jadi korban dari kebaikanmu sendiri.
Posting Komentar
0 Komentar