Musuh Bebuyutan - Cerpen

Ukuran Font:

 

Musuh Bebuyutan - Cerpen

BAB 1: Orang Tua Konspiratif

Sejak kecil, Raka dan Sisi adalah musuh bebuyutan yang tak bisa dipisahkan—bukan karena sayang, tapi karena dendam yang sudah mengakar sejak mereka masih bau bedak bayi.

Semuanya dimulai saat Sisi yang masih balita berhasil mencubit pipi Raka dengan kekuatan supernya. Raka menangis, Sisi tertawa puas. Sejak itu, perang pun dimulai.

Masa Kecil yang Penuh Drama

TK: Sisi mencuri pisang goreng Raka di jam istirahat. Raka membalas dengan menumpahkan jus jambu ke baju putih Sisi. Hasilnya? Perang cubit-mencubit yang berakhir dengan wali kelas memisahkan mereka.

SD: Raka sembunyi di belakang tembok, melempar serbuk kapur ke rambut Sisi yang baru saja dicatok rapi oleh ibunya. Sisi balas dendam dengan memasukkan cacing ke dalam tas Raka. Jeritan Raka menggema sampai ke ruang guru.

SMP: Raka sengaja mengikat tali sepatu Sisi di bawah meja saat pelajaran. Sisi bangun, terpeleset, dan nyaris menjatuhkan papan tulis. Hukuman? Mereka berdua disuruh membersihkan toilet sekolah.

SMA: Drama makin menggila. Sisi, dengan dendam membara, mencoret wajah Raka dengan spidol permanen saat tidur di kelas. Raka membalas dengan menempelkan foto editan Sisi berkostum badut di setiap sudut sekolah. Hasilnya? Mereka dipanggil ke ruang kepala sekolah—lagi.

Sampai akhirnya…

Usia 25 dan 24 Tahun: Perang Tak Kunjung Usai

Kata orang, makin dewasa, makin bijak. Tapi bagi Raka dan Sisi? Dewasa cuma berarti menemukan cara baru untuk saling menyebalkan.

Ketika bertemu di minimarket:

Sisi: “Cuma beli mi instan doang, Bang? Kasian banget, ga ada yang masakin ya?”
Raka: “Mending mi instan daripada jadi jomblo abadi kayak lo.”
Sisi: “Jomblo elegan, Beb. Beda sama lo, jomblo ngenes.”
Raka: “Gue jomblo bukan karena ga laku, tapi karena gue selektif. Beda sama lo, jomblo karena… yah, ga ada pilihan.”

Dan begitulah, tiap kali ketemu, pasti ada perang kata-kata.

Tapi siapa sangka, suatu hari nasib mereka berubah 180 derajat.

Rapat Keluarga Paling Mencekam

Sebuah meja panjang, empat orang tua duduk dengan ekspresi serius. Raka dan Sisi, duduk berseberangan, bingung kenapa mereka dipanggil.

Ayah Raka mengetuk meja. “Kalian harus menikah. Titik.”

Raka dan Sisi menatap satu sama lain, lalu tertawa.

Sisi: “Astaga, Pak. Lawakannya fresh juga.”
Raka: “Serius banget sih, Pak? April Mop kelewat dua bulan.”

Tapi tak ada yang tertawa balik.

Ayah Sisi menambahkan, “Kami sudah lelah dengan kalian berdua yang selalu bertengkar. Nikah saja, beres!”

Raka dan Sisi langsung panik.

Sisi: “Maaf, Pak, Bu, saya masih ingin menikmati kebebasan.”
Raka: “Iya, iya! Lagian, masa gua harus nikah sama manusia yang hobinya neror gue?”

Tapi mereka lupa, orang tua mereka jauh lebih licik.

Ayah Raka dengan santai menyesap teh dan berkata, “Baik. Kalau kalian tidak mau menikah, warisan dicabut.”

Ayah Sisi menimpali, “Rumah, mobil, tanah, nama kalian dalam KK? Hilang semua!”

Seketika, dunia terasa gelap.

Ibu Raka, dengan wajah penuh kasih, menambahkan pukulan terakhir, “Dan kalau kalian menolak, kami akan menjodohkan kalian dengan orang lain.”

Wajah Raka dan Sisi pucat. Bayangan dijodohkan dengan orang asing lebih menyeramkan daripada menikahi musuh bebuyutan.

Mereka saling berpandangan. Apa ini artinya… kita harus… menikah?

Hari Pernikahan yang Tidak Diinginkan

Seminggu kemudian, berdiri di pelaminan, Raka dan Sisi memakai pakaian pengantin terbaik. Wajah mereka? Seperti napi yang baru divonis seumur hidup.

Sisi: “Gue udah nyobain pura-pura pingsan tadi, tapi gagal.”
Raka: “Gue juga coba kabur lewat jendela, tapi ada Om Anton jaga di depan.”

Di depan mereka, para tamu tersenyum bahagia, seolah ini adalah pernikahan yang penuh cinta. Padahal di belakang layar, dua insan ini sedang mencari cara untuk selamat dari pernikahan yang dipaksakan.

Saat ijab kabul, suara Raka nyaris tercekat.

Pak penghulu: “Saya nikahkan kamu, Raka, dengan Sisi…”

Raka menatap Sisi, Sisi menatap Raka.

Sisi mengancam dengan bibirnya tanpa suara: “Tolak, gue tabok.”

Raka menghela napas panjang. “Saya terima… dengan pasrah.”

Dan saat para tamu bersorak gembira, di dalam hati, Raka dan Sisi hanya bisa menangis.

Mereka menikah.

Tapi ini bukan akhir. Ini baru saja dimulai.


BAB 2: CCTV yang Mengawasi Pintu Kamar Pengantin dari Luar

Malam Pertama yang Bukan Mimpi Indah

Setelah resepsi, Sisi masih sibuk melepas aksesori pengantinnya di kamar. Raka berdiri di ambang pintu, menatap ke luar dengan penuh harapan.

"Oke, sekarang tinggal jalan pelan-pelan, terus kabur ke rumah Aldi. Besok pagi balik, dan ulangi sampai tua."

Sisi melirik sekilas. "Nih anak pasti mau kabur."

Dan benar saja. Baru dua langkah keluar kamar, suara berat terdengar dari ruang keluarga.

Ayah Sisi: "Mau ke mana, Nak?"

Raka langsung kaku di tempat, seperti maling kepergok. Dengan senyum palsu, dia menoleh ke belakang.

Raka: "Hehe, nyari angin, Yah."

Ayah Raka: "Angin itu ada di kamar. Sana masuk!"

Raka terpaksa balik badan, menyeret langkahnya ke kamar dengan lesu. Sisi menyeringai puas, lalu bersiap membawa bantal ke sofa di ruang tengah.

Namun sebelum Sisi sempat keluar, ibunya muncul di depan pintu dengan senyum misterius.

Ibu Sisi: "Mau ke mana, Nak?"

Sisi: "Mau… ehm… liat kondisi rumah."

Ayah Sisi: "Gak usah. Kami udah pasang CCTV di luar pintu kamar kalian."

Seketika, Raka dan Sisi menoleh bersamaan.

Raka & Sisi: "APA?!"

Ayah Sisi: "Iya, supaya pernikahan ini sah secara moral, kami pasang CCTV di luar menghadap pintu kamar. Aturan utama: kalau ada yang berani tidur di luar kamar, warisan hangus!"

Dunia serasa runtuh bagi mereka.

Sisi mencengkeram bantalnya dengan horor. Raka nyaris ingin menabrakkan kepala ke tembok.

Raka: "Oke, ini bencana."

Sisi: "Bapak emak gue konspiratif banget sumpah."

Mereka panik. Rencana A? Gagal. Rencana B? Hancur sebelum dimulai.

Lalu mereka berdiskusi. Eh, lebih tepatnya berdebat.

Rencana Bertahan Hidup

Tetap satu kamar.
Mau gak mau, mereka harus tetap di kamar. Jendela? Jeruji. Pintu? Dijaga CCTV. Tidur di toilet? Gak mungkin, apalagi baunya gak bersahabat.

Menjaga jarak.
Sisi: "Denger ya, lo tidur di ujung sana, gue di sini. Lo geser satu senti pun, gue injek muka lo pas tidur!"
Raka: "Santai, beib. Gue juga males tidur deket lo. Gue sampe sekarang masih trauma sama cubitan lo pas TK!"

Pembagian Tempat yang Tidak Adil.
Kasur cuma satu. Sisi langsung mengklaim bagian yang lebih luas. Raka? Terpaksa tidur di pinggir dengan selimut pas-pasan.

Raka: "Gue bayar pajak juga, loh. Harusnya bagian gue lebih gede!"
Sisi: "Lo udah dapet bagian napas di kamar ini aja udah untung!"

Perang Dahsyat dalam Senyap.
Mereka gak bisa ribut keras-keras karena takut ketahuan orang tua, jadi perang terjadi dalam bentuk sabotase licik.

Raka diam-diam menarik selimut Sisi tengah malam.

Sisi menyenggol Raka sampai hampir jatuh dari kasur.

Raka pura-pura ngigo dan nyebut nama cewek lain.

Sisi balas dengan pura-pura ngobrol di telepon dan menyebut nama cowok lain lebih mesra.

Hasilnya? Mereka berdua tidak bisa tidur semalaman.

Evaluasi Hari Pertama oleh Orang Tua

Pagi harinya, dua makhluk ini keluar kamar dengan mata bengkak.

Di meja sarapan, orang tua mereka menatap dengan penuh harapan.

Ibu Raka: "Gimana malam pertama kalian?"

Raka: ("Mampus, jebakan!")

Sisi: "Seru banget, Bu! Raka ngorok kayak gergaji mesin!"

Raka: "Haha iya, apalagi Sisi yang ngelindur minta makan ayam geprek!"

Orang tua mereka hanya mengangguk puas.

Tapi di balik itu, dua insan ini sadar. Ini baru hari pertama. Masih ada ribuan malam lagi yang harus mereka jalani…

Dan perang baru saja dimulai.


BAB 3: Pembagian Tugas Rumah, Medan Perang Baru?

Ceramah Berlapis-lapis

Setelah akad nikah, CCTV, dan malam pertama yang lebih mirip survival horror, Raka dan Sisi berpikir penderitaan mereka sudah mencapai puncak.

Mereka salah besar.

Sebelum resmi tinggal di rumah baru, mereka harus menjalani sesi wejangan tingkat dewa. Tidak hanya dari orang tua, tapi juga dari kakek-nenek, paman-bibi, dan saudara-saudara mereka.

Duduk di ruang tamu, mereka dihujani petuah bertubi-tubi.

Kakek Raka: "Dalam rumah tangga, suami istri harus saling memahami. Jangan ada ego!"
Nenek Sisi: "Perempuan harus bisa mengurus rumah, tapi laki-laki juga harus bantu!"
Ayah Sisi: "Kalian ini sekarang suami-istri! Gak ada tuh yang namanya ‘musuh bebuyutan’ lagi!"
Ibu Raka: "Kalau ribut-ribut terus, nanti rejeki menjauh!"

Raka dan Sisi hanya mengangguk otomatis, kuping mereka sudah serasa mau copot.

Sementara di pojokan, sepupu-sepupu mereka sibuk berbisik-bisik.

Sepupu 1: "Gue kasih waktu tiga bulan sebelum mereka cerai."
Sepupu 2: "Lama amat. Sebulan aja udah pasti chaos."
Sepupu 3: "Taruhan yuk?"

Demi Tuhan, keluarga mereka lebih mirip komentator pertandingan MMA daripada keluarga harmonis.

Setelah brainwash selama dua jam, akhirnya keputusan besar diambil:

Rumah itu jadi milik mereka berdua.

Keluarga besar gak bakal ikut campur urusan rumah tangga.

Tapi kalau ada konflik yang sampai berbahaya atau mereka tidur di luar kamar? Warisan hangus!

Dan yang paling mengerikan…

Kamera tersembunyi dipasang di beberapa sudut rumah.

Kecuali di area privat seperti kamar mandi dan kamar tidur, mereka tetap dalam pengawasan.

Sisi langsung meringis. "Astaga, ini rumah tangga atau reality show?"

Raka mengeluh. "Gue udah kayak tahanan kota."

Tapi terpaksa mereka tetap melanjutkan hidup.

Pembagian Tugas Rumah: Perang Dimulai

Hari pertama di rumah baru, Raka dan Sisi duduk di ruang tamu dengan ekspresi siap perang. Mereka harus membagi tugas rumah.

Raka (sok bossy): "Denger ya, sebagai kepala rumah tangga, gue bakal ngasih sistem kerja yang adil dan efisien."
Sisi (nyaris gigit sendok): "Adil dan efisien, pantat lo!"

Raka menaruh daftar tugas di meja.

Raka: "Gue pegang urusan berat kayak angkat galon, benerin genteng, bersihin halaman."

Sisi: "Terus gue?"

Raka: "Masak, nyapu, ngepel, cuci baju, cuci piring, belanja, beresin rumah, dan lain-lain!"

Sisi melotot. "LAH?! Itu kerja rodi, bego!"

Raka: "Lah, lo kan cewek. Emang udah kodratnya."

Dalam waktu dua detik, Sisi sudah melempar sandal ke muka Raka.

Sisi: "KODRAT MATA LO! Kalau mau adil, kita bagi dua!"

Raka mengelak dan ngeles. "Yaudah, lo masak, gue yang makan. Lo nyapu, gue yang napas di rumah bersih. Adil, kan?"

Sisi langsung melempar bantal ke mukanya.

Akhirnya, setelah perdebatan sengit yang hampir bikin meja kebalik, mereka akhirnya setuju dengan pembagian tugas yang ‘adil’ versi Sisi.

Hari ini Sisi masak, Raka cuci piring.

Besok Raka masak, Sisi cuci piring.

Bersih-bersih dibagi sesuai shift.

Kalau ada yang males-malesan, hukumannya harus masak selama seminggu.

Raka menggerutu. "Ini bukan adil. Ini pemerasan."

Sisi menyeringai. "Nah, baru paham."

Perang dalam Senyap

Tapi tentu saja, sebagai musuh bebuyutan, mereka gak akan diam aja.

Mereka tetap menyabotase satu sama lain:

Sisi sengaja masak ekstra pedas sampai Raka megap-megap kepedasan.

Raka cuci piring asal-asalan sampai ada sisa minyak di piring Sisi.

Sisi nyapu cuma di area yang dilewatin Raka, biar dia kena debu.

Raka sengaja naruh sampah di tempat yang baru aja dibersihin Sisi.

Hasilnya? Perang dingin dalam rumah tangga tanpa cinta ini semakin panas.

Evaluasi Hari 1 oleh Keluarga

Malamnya, mereka dapat pesan dari orang tua di grup keluarga.

Ayah Raka: "Kami bangga, kalian bisa bekerja sama di rumah!"
Ibu Sisi: "Lihat? Gak ada yang mati, kan?"
Nenek Raka: "Besok jangan lupa masak yang enak!"

Sementara di rumah mereka, Raka dan Sisi hanya bisa saling menatap dengan mata lelah.

Raka: "Besok lo masak, kan?"
Sisi: "Iya, tapi kalau lo males-malesan lagi, besok menu utamanya adalah air garam."

Mereka akhirnya masuk kamar masing-masing (ya, tetap satu kamar) dengan perasaan campur aduk.

Tapi satu hal yang mereka sadari…

Ini baru hari pertama.

Dan ini baru awal dari medan perang baru dalam rumah tangga mereka.


BAB 4: Malam Kedua, Batas dan Aturan Harus Jelas

Setelah seharian capek perang soal pembagian tugas rumah, Raka dan Sisi menyadari satu hal penting: mereka butuh aturan ketat buat urusan tempat tidur.

Malam pertama mereka nyaris gak tidur gara-gara drama tarik selimut, senggol-senggolan, dan sabotase diam-diam. Kalau terus begini, mereka bisa tewas kelelahan sebelum warisan cair.

Maka lahirlah peraturan tidur versi perang dingin:

Tempat tidur harus dibagi dua dengan batas yang jelas.

Raka sebelah kiri.

Sisi sebelah kanan.

Batas ditandai dengan guling dan bantal yang disusun setinggi benteng kastil.

Siapa yang merobohkan batas, dihukum!

Hukuman: Cuci piring, nyapu halaman, dan tugas berat lainnya selama seminggu.

Dilarang ngorok, mengigau, atau mengganggu orang tidur.

Kalau kedapatan? Hukuman lebih berat.

Dilarang melihat orang yang sedang tidur.

Bahkan membayangkan aja gak boleh.

Kalau ketahuan? Hukuman 3x lipat!

Malam Kedua: Peraturan Ditegakkan!

Setelah memastikan aturan disepakati, mereka masuk ke posisi masing-masing.

Sisi: "Oke, inget ya. Langgar aturan, siap-siap kerja rodi."
Raka: "Yaelah, tidur aja ribet amat."

Lampu kamar dimatikan. Suasana hening.

Untuk pertama kalinya sejak menikah, mereka akhirnya bisa tidur cukup nyenyak.

... Sampai tengah malam.

Tengah Malam: Kejadian Misterius

Di antara kegelapan kamar, sesuatu yang tidak mereka rencanakan terjadi.

Bantal dan guling yang tadinya membentuk benteng pertahanan sudah berantakan entah ke mana.

Yang lebih parah, posisi mereka sekarang dalam formasi yang sangat mencurigakan:

Kepala Raka dan Sisi cuma berjarak 1 cm.

Kaki Sisi entah kenapa nyelonjor di atas paha Raka.

Tangan Raka dengan sukses mendarat di dada Sisi.

Selama beberapa detik, dunia masih tenang.

Sampai…

Sisi tiba-tiba merasa geli.

Dia membuka mata pelan-pelan.

Lalu melihat posisi mereka.

Otaknya langsung loading 1000%.

“INI APA-APAAN?!”

Dalam waktu kurang dari 0,5 detik, Sisi langsung menendang Raka sekuat tenaga.

BUGH!

Raka jatuh dari kasur.

Raka (kebangun, panik, masih loading): "Hah?! Perang dunia mulai? Serangan alien?!!"

Sisi (histeris, sambil melempar bantal): "TANGAN LO NGAPAIN DI DADA GUE, GOBLOK?!!"

Raka (baru sadar, langsung kalang kabut): "ASTAGA! GUE GAK TAHU! SUMPAH INI ILMU HITAM!"

Sisi: "ILMU HITAM PANTAT LO!"

Raka: "GUE TIDUR TERUS TIBA-TIBA BEGITU!"

Sisi: "ALASAN SAMPAH!"

Dalam sekejap, kamar yang tadinya damai berubah jadi medan perang tengah malam.

Sisi dengan bantal di tangan ngejar-ngejar Raka yang udah panik setengah mati.

Raka berusaha kabur tapi gak bisa ke mana-mana karena kamera masih ngawasin pintu kamar.

Raka: "SUMPAH GUE KORBAN! INI KONSPIRASI BANTAL!"

Sisi: "GUE GAK PEDULI! MATI LO!"

Setelah drama 15 menit, akhirnya mereka capek sendiri.

Duduk di lantai, napas ngos-ngosan.

Sama-sama saling melotot.

Raka: "Oke, besok kita bikin benteng lebih kuat."
Sisi: "Lo juga pasang tangan lo di perut sendiri, gak usah kelayapan kemana-mana!"
Raka: "Lo juga, jangan nyelonjor ke daerah terlarang!"

Akhirnya, mereka tidak bisa tidur lagi semalaman.

Mereka hanya bisa menatap langit-langit dengan hati penuh dendam.

Satu hal yang mereka sepakati dalam hati: Besok, pertahanan harus lebih ketat.

Dan perang ini belum selesai.


BAB 5: Tamu Tak Diundang dan Balas Dendam Tak Berkesudahan

Aturan Tambahan: Hukuman Level Sadis

Setelah insiden malam kedua yang hampir berubah jadi kasus kriminal, Raka dan Sisi sepakat untuk menegakkan aturan baru yang lebih kejam dan sadis.

"Siapa pun yang melanggar batas lagi, anggota tubuhnya akan diikat ke tempat tidur."

Contoh hukuman:

Kalau kepala yang nyelonong? Diikat biar gak bisa noleh.

Kalau tangan yang melanggar batas? Diikat ke ranjang kayak pesakitan.

Kalau kaki yang usil? Silakan tidur dengan gaya mumi.

Dengan aturan brutal ini, mereka akhirnya bisa tidur lebih tenang... dalam ketegangan.

Dua Bulan Penuh Penderitaan

Dua bulan berlalu.

Hidup mereka sudah mulai normal, secara teknis.

Raka tetap kerja seperti biasa, kadang lembur.

Sisi tetap kuliah, kadang tugasnya bikin migrain.

Mereka tetap berantem, tapi dalam kadar yang lebih kondusif.

Walaupun pertengkaran besar dan kecil masih sering terjadi, mereka sudah lebih pintar mengatur strategi sabotase masing-masing.

Misalnya:

Sisi sengaja naruh garam di kopi Raka.

Raka tuker-tuker kabel charger Sisi biar gak cocok.

Sisi pura-pura lupa cuci piring...

Raka sengaja nonton film horor tengah malam biar Sisi takut pergi ke toilet sendirian.

Bonyok sih gak. Tapi mental dan harga diri? Bonyok total.


Masalah Tak Terduga: Cemburu yang Dibungkus Gengsi

Setelah dua bulan jadi pasangan suami-istri gadungan, mereka mulai merasakan sesuatu yang aneh.

Yaitu… CEMBURU.

Dan masalahnya, mereka sama-sama gak mau ngaku.

Kasus 1: Tamu Tak Diundang 

Suatu hari, sepulang kerja, Raka melihat Sisi lagi ketawa-ketawa di depan rumah.

Sama seorang cowok.

Cowok tinggi, rapi, berkacamata, bawa motor keren.

Raka (langsung curiga): Siapa nih cowok?!

Dari kejauhan, dia lihat Sisi ngetawain sesuatu yang dikatakan cowok itu.

Dan ketawanya beda.

Biasanya kalau sama Raka, ketawanya itu ketawa licik, ala psikopat sebelum ngebunuh korban.

Tapi ini? Ketawa malu-malu, pake gaya pegang rambut segala.

Raka: Waduh, bahaya.

Penasaran dan sedikit gak rela, Raka langsung ngedeketin mereka dengan muka sok santai.

Raka (sok ramah, tapi penuh investigasi): “Eh, tamu, nih? Gak kenalin ke suami dulu?”

Sisi ngelirik sekilas, lalu mendelik.

Sisi: “Nggak penting.”

Cowok: “Oh, jadi ini suami kamu? Salam kenal, Mas. Saya Arya, seniornya Sisi di kampus.”

Raka berjabat tangan dengan Arya, tapi tekanannya sedikit lebih kuat dari seharusnya.

Arya tetap senyum ramah, sementara Raka diam-diam menilai:

Kenapa kulitnya bersih banget?

Kenapa bajunya selalu keliatan licin kayak disetrika malaikat?

Kenapa senyumnya kayak aktor drakor?

Raka (dalam hati): INI GAK BISA DIBIARKAN.

Pas Arya pamit, Raka langsung nyerocos ke Sisi.

Raka: “Wih, senior? Deket banget ya? Ketawa ketawa segala.”

Sisi (santai, tapi ada nada kemenangan): “Trus kenapa? Emangnya gak boleh?”

Raka: “Ya boleh sih… Tapi kok lo senyum malu-malu kayak kucing dapet ikan?”

Sisi: “Halah, biasa aja kali.”

Raka langsung curiga tapi gak mau keliatan jelas.

Akhirnya, malam itu dia buka CCTV rumah buat mantau Sisi dari HP.

Siapa tahu si Arya datang lagi.

Kasus 2: Balas Dendam dan Rasa Gak Rela

Besoknya, giliran Sisi yang kena.

Sepulang kuliah, dia lihat Raka lagi ngobrol dengan cewek di depan rumah.

Cewek itu cakep, rambut panjang, pakai rok bunga-bunga, dan suaranya LEMBUT BANGET.

Sisi (langsung mendeteksi bahaya): SIAL, INI CEWEK SIAPA?!

Sisi pura-pura santai, tapi telinganya nguping maksimal.

Cewek: “Makasih ya, Mas Raka. Jadi lebih ngerti tugasnya sekarang.”

Raka (senyum sok charming): “Iya dong. Butuh tutor lagi, tinggal bilang.”

Sisi: TUTOR? TUTOR APA?!

Darahnya langsung naik ke kepala.

Dan dia pun langsung muncul dari belakang kayak hantu penasaran.

Sisi (nada ketus): “Tutor apaan, Mas? Kok aku gak pernah denger?”

Cewek (kaget): “Oh, Mbak Sisi. Mas Raka jadi mentor di kantor buat anak baru kayak saya.”

Sisi: Pantesan ada cewek tiba-tiba muncul!

Cewek itu akhirnya pamit pulang, tapi sebelum pergi, dia masih sempet melambai ke Raka dengan senyum manis.

Sisi (diam-diam kesel setengah mati).

Begitu cewek itu pergi, Sisi langsung nyodorin tatapan maut ke Raka.

Sisi: “Tutor? Mentor? Atau modus baru?”

Raka (sok polos): “Lah? Cemburu?”

Sisi: “ENGGAK!”

Raka: “Lo yakin?”

Sisi: “YAKIN LAH! APAAN SIH!”

Sisi langsung masuk rumah dengan gerakan kasar yang gak perlu.

Tapi sepanjang malam, dia kepikiran sendiri.

Dan Raka?

Sengaja pasang ringtone HP pake suara cewek itu biar Sisi kesel.

Misi berhasil.

Kesimpulan: Perang Gengsi Level Maksimum

Dua bulan pernikahan, mereka sudah saling sabotase, saling serang, bahkan sekarang saling cemburu.

Tapi… tetap gak ada yang mau ngaku.

Karena harga diri mereka lebih tinggi dari gunung Everest.

Tapi tanpa mereka sadari, sesuatu perlahan berubah.

Dan mungkin… perang ini mulai berubah jadi sesuatu yang lain.


BAB 6: Persaingan Memanas dan Trauma Masa Kecil

Strategi Provokasi Tingkat Tinggi

Setelah insiden "tamu tak diundang", situasi di rumah Raka dan Sisi semakin panas.

Bukan panas romantis, tapi panas peperangan!

Perang provokasi cemburu pun dimulai.

Pertempuran dari Pagi Hingga Malam

Pagi:

Sisi sengaja nyanyi lagu galau sambil make up di depan kaca, sesekali senyum sendiri.

Raka (curiga): “Lo senyum-senyum ke siapa?”

Sisi (santai): “Halah, gak usah kepo.”

Siang: (masing-masing sibuk kerja/kuliah, tapi tetap perang via WhatsApp)

Sisi (chat random): "Gak usah jemput, ada yang lain kok."

Raka (langsung panas): "SIAPA?!"

Sisi (jawab lama, bikin Raka makin gondok): "Ojek online :)"

Sore:

Raka sengaja terima paket misterius dari kurir, dan waktu Sisi nanya, dia cuma senyum-senyum.

Sisi (kesel): “Paket apaan?”

Raka (sengaja bikin gregetan): “Hadiah dari seseorang.”

Malam:

Sisi balas dendam: nyemprot parfum cowok ke baju Raka biar ada aroma mencurigakan.

Raka (mencium baju sendiri): “Eh ini parfum siapa?”

Sisi (senyum licik): “Coba tebak.”

Akhirnya mereka sama-sama ngambek.

Dan malam itu, keduanya tidur saling membelakangi dengan aura dendam.

Tengah Malam: Hujan, Petir, dan… Trauma Masa Kecil

Tengah malam, hujan turun deras.

Lalu…

DUAARRR!!!

Petir menggelegar.

Lalu listrik padam.

Raka yang baru mau balik badan kaget, karena tiba-tiba ada sesuatu yang nempel di belakangnya.

Raka (merinding): “Sisi?”

Tapi gak ada jawaban.

Yang ada cuma napas tersengal dan tubuh yang gemetaran.

Raka (sadar): “Oh… dia takut petir.”

Raka akhirnya cuma diem aja.

Mau manggil? Takut dimaki.
Mau ngejek? Takut ditonjok.
Mau peluk? Bisa berakhir maut.

Tapi…

DUAAARR!!

Sisi ngelompat spontan, dan akhirnya kepalanya nabrak punggung Raka.

Raka mendesah panjang.

Yaudah, bodo amat.

Dia akhirnya narik Sisi ke pelukannya.

Sisi gak protes, cuma mendekap erat sambil merem.

Dan akhirnya, keduanya tertidur dalam damai untuk pertama kalinya.

Pagi Harinya: Hukuman Brutal!

Raka terbangun dengan perasaan nyaman yang aneh.

Tapi sebelum dia bisa menikmati lebih lama…

“RAAAKKKKAAAAAAAA!!!”

BRAK!

Sisi bangun dengan tatapan membunuh.

Dan dalam hitungan detik…

Raka sukses menggelinding jatuh dari kasur.

Sisi (garang): “TANGAN LO NGAPAIN DI SITU?!?!”

Raka (masih setengah sadar, tapi panik): “WOI! LO SENDIRI YANG NGEPELUK GUE DULUAN!”

Tapi peraturan tetap peraturan.

Akhirnya…

Raka kena hukuman 3x lipat.

Nyuci piring satu minggu.

Nyapu halaman tiap pagi.

Gak boleh rebutan remote TV.

Walaupun protes keras, keputusan sudah final.

Raka menatap Sisi dengan penuh dendam.

Sisi menatap Raka dengan ekspresi puas.

Dalam hati, mereka tahu perang ini masih jauh dari selesai.

Tapi satu hal yang pasti…

Batas di antara mereka mulai kabur.

Mereka hanya belum mau mengakuinya.


BAB 7: Rahasia di Tengah Perang

Di rumah Raka dan Sisi, perang sudah jadi rutinitas sehari-hari.

Bahkan, kalau rumah tiba-tiba adem ayem, keluarga malah curiga.

Ketika Kedamaian Justru Mengundang Keluarga

Suatu hari, karena alasan yang entah bagaimana, hari itu Sisi dan Raka gak bertengkar sama sekali.

Mereka cuma diam-diaman.

Gak ada debat soal piring siapa yang harus dicuci, remote TV siapa yang berhak, atau siapa yang lebih berhak pakai kamar mandi duluan.

Saking anehnya suasana, keluarga satu per satu mulai berdatangan.

Nenek Raka (muncul tiba-tiba): “Kalian kenapa diem-dieman? Lagi sakit? Salah makan?”

Kakek Sisi (ikut nimbrung): “Jangan-jangan masuk angin? Mau dipijat?”

Bahkan Ibu Raka dan Ibu Sisi pun mulai gelisah.

Ibu Raka: “Jangan-jangan… hmmm… kalian udah mulai akur ya?”

Lalu senyum mereka makin lebar.

Ibu Sisi: “Kalau udah akur, kapan kasih kami cucu?”

BRAK!

Sisi yang baru balik dari kuliah langsung menjatuhkan tasnya di lantai.

Sisi & Raka (bersamaan, panik): “GAK MUNGKIN! AMAT SANGAT TIDAK MUNGKIN SEKALI BANGET!”

Tapi keluarga malah ngakak.

Dan seperti biasa, mereka cuma senyum-senyum penuh arti sebelum akhirnya pulang.

Meninggalkan dua orang ‘pengantin palsu’ yang kini berdiri kaku dengan wajah merah padam.


Rahasia di Balik Trauma Sisi

Hari itu, setelah suasana kembali normal, Sisi pergi kuliah.

Dan di rumah, Raka akhirnya memberanikan diri untuk bertanya sesuatu ke ibu mertuanya.

Raka: “Bu, aku mau nanya sesuatu… tentang Sisi.”

Ibu Sisi (penasaran): “Hmm? Ada apa?”

Raka (ragu-ragu): “…Soal kenapa dia takut petir.”

Ibu Sisi tiba-tiba tersenyum penuh makna.

Lalu tanpa menatap Raka, dia mulai bercerita.

Dan apa yang dia dengar… sukses bikin dia terbelalak.


Kesalahan Fatal Raka di Masa Kecil

Dulu, sebelum mereka masuk SD, Raka pernah melakukan kenakalan yang sekarang terasa fatal.

Dia mengunci Sisi di dalam kamarnya.

Cuma iseng.

Cuma karena dia pengen lihat Sisi nangis duluan biar bisa ngejek.

Tapi takdir berkata lain.

Beberapa menit setelah Sisi terkunci, hujan badai datang.

Petir menyambar dan listrik padam.

Sisi yang masih kecil, sendirian di dalam kamar, menangis ketakutan tanpa bisa keluar.

Selama dua jam.

Saat keluarga akhirnya menemukannya, Sisi sudah menggigil dengan wajah ketakutan luar biasa.

Dan sejak hari itu, dia trauma terhadap petir.

Raka yang Terkejut dan Merasa Bersalah

Raka terdiam.

DIA yang bikin Sisi trauma?

Dulu, dia memang gak dihukum, karena keluarga Sisi lebih fokus merawat Sisi dulu.

Bahkan mereka gak menegur Raka terlalu keras, supaya hubungan keluarga tetap baik.

TAPI…

Ada satu perjanjian diam-diam yang ternyata dibuat orang tua mereka.

Ibu Sisi (tersenyum penuh arti): “Sebagai hukuman tidak langsung… kamu akhirnya dijodohkan dengannya.”

Raka langsung terbelalak.

GILA.

Jadi selama ini, pernikahan ini bukan cuma karena mereka suka berantem…

TAPI KARENA DIA DULU PERNAH JAHIL?!

Raka mendadak ingin melempar dirinya sendiri ke laut.

Sial.

Ini bahkan lebih parah dari sekadar kehilangan warisan!

Dan yang lebih gawat…

Gimana kalau Sisi tahu soal ini?!

Bisa-bisa, dia langsung dikutuk jadi debu!

Raka kini menghadapi dilema baru.

Haruskah dia bilang ke Sisi?

Atau lebih baik dia bawa rahasia ini sampai mati?

Yang jelas, perasaan bersalah mulai menghantui pikirannya.

Tapi di sisi lain…

Kenapa hatinya mulai terasa aneh?

Seperti… sedikit lebih peduli pada Sisi?


BAB 8: Operasi Menebus Dosa (Tapi Malah Bonyok Sendiri)

Sejak tahu bahwa dia penyebab trauma petir Sisi, Raka mulai merasa bersalah.

Banget.

Jadi, untuk pertama kalinya dalam hidup, Raka bertekad melakukan sesuatu yang mulia.

Dia akan lebih baik ke Sisi.

Lebih perhatian.

Lebih membantu.

Intinya, lebih manusiawi lah.

Masalahnya, Sisi sudah terlalu terbiasa melihat Raka sebagai makhluk pengganggu.

Misi 1: Menawarkan Minuman Hangat (Tapi Malah Dikira Ngerjain)

Malam itu, hujan gerimis.

Sisi duduk di ruang tamu sambil nonton drama Korea.

Raka (sok perhatian, datang bawa secangkir teh): “Nih, buat lo.”

Sisi melirik curiga.

Sisi: “…Lo apaan sih?”

Raka: “Gue bikin teh. Biar lo anget.”

Sisi mengerutkan dahi.

Sisi: “Lo masukin garam, ya?”

Raka: “Apaan, kagak! Sumpah ini teh asli!”

Sisi: “Kecap?”

Raka: “GAK ADA KECAPNYA!”

Sisi (menyipitkan mata): “Oh… Berarti ini dicampur cuka. Monyong juga lo, Rak.”

Raka (frustasi): “Gue cuma pengen berbuat baik, kenapa susah amat sih?!”

Sisi memandang Raka lama.

Lalu, dia mengambil teh itu…

Dan menyiramkannya ke kepala Raka.

Sisi: “Buat kepastian aja.”

Raka: “…Gue nyerah.”

Misi 2: Mencuci Piring (Tapi Malah Ditendang)

Keesokan harinya, Sisi baru bangun dan kaget melihat Raka lagi cuci piring.

Sisi (terkejut): “Astaga… ini nyata?!”

Raka: “Gue cuma nyuci piring.”

Sisi: “Lo kena santet?”

Raka (kesal): “GUE CUMA MAU BERBUAT BAIK, WOY!”

Sisi masih gak percaya.

Akhirnya dia mendekat, memperhatikan dengan seksama.

Satu detik…

Dua detik…

Tiga detik…

Lalu, Sisi langsung nendang betis Raka.

BRAK!

Raka (teriak): “NGAPAIN LO?!”

Sisi (datar): “Pengen tahu ini nyata atau ilusi. Nyatanya lo kesakitan, jadi fix ini nyata.”

Raka: “YA ELAH, GUE CUMA MAU BERTOBAT, APA SALAHNYA SIH?!”

Sisi menghela napas.

Lalu dengan santai dia pergi ke meja makan.

Sisi (sambil nyomot roti): “Gue gak tahu lo kenapa tiba-tiba aneh. Tapi mending balik jadi tengil aja, Rak. Gak cocok baik-baik gini.”

Raka cuma bisa terdiam.

Lagi-lagi, dia gagal.


Misi 3: Bantu Sisi Pas Lagi Sibuk (Tapi Malah Dikira Punya Udang di Balik Batu)

Sore itu, Sisi sibuk di laptop, ngerjain tugas kuliah.

Raka iseng-iseng masukin snack ke piring, lalu menaruhnya di sebelah Sisi.

Raka: “Buat lo, biar gak kelaperan.”

Sisi menoleh.

Terdiam.

Tatapan penuh kecurigaan.

Lalu tanpa ragu…

DIA LANGSUNG NGEREKAM RAKA DENGAN HP.

Raka (kaget): “Ngapain lo?!”

Sisi: “Bukti otentik. Kalau lo tiba-tiba nyenggol duit gue atau bikin onar, gue punya rekaman kalau lo emang dari awal udah mencurigakan.”

Raka (frustasi): “…Astaga, susah banget jadi orang baik di rumah ini.”

Raka: Berniat Baik, Tapi Malah Bonyok Sendiri

Dalam tiga hari berturut-turut, Raka mengalami:

Disiram teh.

Ditendang betisnya.

Dikira punya niat jahat.

Kesimpulannya?

Raka menyerah.

Mungkin ini karma.

Mungkin ini balasan dari Tuhan karena dulu dia pernah ngunci Sisi di kamar waktu kecil.

Atau mungkin…

Ini tanda kalau mulai sekarang, dia harus mencari strategi baru buat mendekati Sisi.

Karena…

Entah kenapa, makin hari, dia makin gak tega lihat Sisi marah-marah ke dia.

Padahal dulu, itu hiburan utama buat dia.

Dan ini…

Mulai terasa aneh.


BAB 9: SURPRISE!! (Tapi Kok Malah Chaos?!)

Misi Raka: Kejutan Ulang Tahun untuk Sisi

Hari ini ulang tahun Sisi.

Tapi, seperti biasa, Sisi lupa.

Dan Raka, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, berusaha melakukan sesuatu yang romantis.

Dia ke toko kue.

Bukan toko kue biasa.

Tapi toko kue yang dijaga oleh gadis tercantik di desa.

Namanya Ririn.

Dan masalahnya…

Ririn naksir Raka.

Saat di Toko Kue

Ririn (dengan suara super manja): “Wah, Kak Raka dateng… Ada yang ulang tahun ya? Hehe~”

Raka (garuk kepala): “Iya, ada kejutan buat orang spesial.”

Ririn (pipinya langsung merah): “Eh… Kak Raka serius? Aku jadi malu…”

Raka (bengong): “…Maksud gue, kue buat—”

Ririn (potong, makin salting): “Tenang Kak, aku bakal bikinin kue terenak spesial buat Kakak~”

Raka: “…Yaudah lah.”

Jadi, tanpa sadar, Raka malah terjebak dalam situasi ambigu.

Di satu sisi, dia cuma mau beli kue buat Sisi.

Tapi di sisi lain, Ririn malah menganggap ini sebagai ‘kode keras’.

Masalahnya?

Sisi ngeliat kejadian itu.

Dari jauh.

Dan Sisi MURKA.

Sisi: Cemburu? Gak Mungkin! (Tapi Kok Kesel?!)

Saat Sisi melihat Raka dan Ririn ngobrol dengan tatapan berbunga-bunga, dia langsung merasa sesuatu yang aneh.

Hatinya sakit.

Kepalanya panas.

Tangan gatel pengen ngelempar sesuatu.

Tapi ini bukan cemburu.

Ya, ini bukan cemburu.

Kan dia gak mungkin cemburu sama Raka?!

Pasti ada konspirasi.

Pasti ada jebakan.

Pasti Raka lagi nyusun rencana buat ngerjain dia.

Jadi, dia harus bertindak duluan.

Sebelum kena jebakan, Sisi harus serang dulu!

Eksekusi Serangan Balik: Plopp!

Saat Raka keluar dari toko kue, Sisi langsung menghadang.

Sisi (melipat tangan): “Ngapain lo di toko itu?”

Raka (menghela napas): “Beli kue.”

Sisi (menyipitkan mata): “Jebakan, ya?”

Raka: “HAH?”

Sisi: “Kue ini pasti udah dikasih sesuatu, ya? Garam? Cuka? Sambal?”

Raka (frustasi): “APAAN SIH?!”

Tapi sebelum Raka sempat menjelaskan, Sisi langsung nyamber kue dari tangannya…

Dan PLAK!

KUE TART PARKIR DI MUKA RAKA.

Raka: “INI BUAT LO, WOY!”

Raka terdiam.

Kuenya berantakan di wajah.

Sisi terengah-engah, puas karena berhasil ‘menghancurkan konspirasi’.

Tapi lalu…

Raka mengusap wajah, lalu menatap Sisi dengan tatapan datar.

Raka: “…Ini kue ulang tahun lo, bego.”

Sisi: “…”

Raka: “Surprise.”

Sisi langsung freeze.

Selama lima detik, otaknya loading.

Lalu dia baru sadar…

Hari ini dia ulang tahun.

Dan Raka ternyata cuma mau kasih kejutan.

Dan dia baru aja ngelempar kue kejutan itu ke muka Raka.

Sisi (membeku): “…O-oh…”

Raka: “…”

Sisi: “Ehehe…”

Raka (menghela napas panjang, super panjang): “Gue gak habis pikir sama otak lo, Sis.”

Sisi: Baru Sadar Dia Cemburu?!

Sisi akhirnya mencoba sepotong kue yang masih selamat.

Rasanya… manis.

Bukan jebakan.

Bukan konspirasi.

Jadi, beneran Raka mau kasih kejutan ulang tahun?

Lalu…

Kenapa tadi dia marah banget liat Raka sama cewek lain?

Kenapa hati dia sakit pas lihat Ririn keliatan deket sama Raka?

Kenapa dia…

CEMBURU?!

Astaga…

Sisi baru sadar.

Raka: Antara Pede atau Pasrah

Di sisi lain, Raka juga mulai bimbang.

Tadi Sisi bener-bener ngamuk ngeliat dia sama Ririn.

Cuma salah paham doang, atau…

Sisi cemburu?

Kalau Sisi cemburu, berarti…

Sisi ada rasa?!

Atau jangan-jangan…

Sisi bener-bener benci dia sampai gak rela liat dia bahagia?!

Raka: “…Sial, gue jadi pusing sendiri.”

KESIMPULAN:

Sisi sadar kalau dia cemburu.

Raka bingung antara ‘Sisi suka dia’ atau ‘Sisi benci dia’.

Misi kejutan ulang tahun: gagal total.

Raka harus bersih-bersih karena mukanya masih penuh kue.

Dan yang pasti…

Hubungan mereka semakin absurd, tapi juga semakin dekat tanpa mereka sadari.


BAB 10: DEMI APA?!

Lamunan Gak Masuk Akal

Di malam yang sunyi, Raka duduk di teras, menatap langit.

Dia mikir keras.

Terlalu keras, sampe kayak orang yang baru patah hati.

Raka: “Demi apa gue mikirin Sisi?”

Tapi setelah kejadian kue tart kemarin, ada sesuatu yang bikin dia gak tenang.

Sisi kelihatan marah banget pas lihat dia sama Ririn.

Dan tadi siang, Sisi masih jutek, tapi jelas ada sesuatu yang beda.

Kayak… Sisi gak biasa jutek?

Kayak… ada sesuatu yang mengganjal?

Lalu tiba-tiba…

Raka kepikiran sesuatu yang GAK MASUK AKAL.

Keputusan yang Ngalahin Drama Korea

Raka memegang kepalanya.

Dia mengambil keputusan.

Keputusan yang bener-bener bikin orang waras geleng-geleng kepala.

Dia akan MENGUNDURKAN DIRI.

Ya.

Raka rela gak dapet warisan.

Demi Sisi bisa bahagia.

Dia akan minta cerai.

Raka: “Gue bakal ngomong ke mertua, semua salah gue. Sisi harus tetep dapet warisan, dan gue yang bakal kena hukuman.”

Raka: “Yang penting, Sisi bisa hidup tenang tanpa gue.”

Entah kenapa dia mikir kayak gitu.

Mungkin karena rasa bersalah soal trauma masa kecil Sisi.

Mungkin karena dia gak mau lihat Sisi terus-terusan marah.

Mungkin karena…

Raka buru-buru stop pikirannya.

“GAK. Itu gak mungkin. Gue gak mungkin…”

Eksekusi Misi Bodoh: Minta Cerai

Besoknya, Raka udah mantap.

Dia bakal ngomong ke Sisi soal keputusannya.

Pas banget Sisi baru pulang kuliah.

Tapi begitu Raka buka mulut…

Sisi ngamuk duluan.

Reaksi Sisi: NGGAK MAU!!

Sisi: “LO GILA, RAKA?!”

Raka (bingung): “Hah? Lah, kok lo malah marah?”

Sisi: “GUE GAK MAU CERAI!”

Raka: “…Demi apa?”

Sisi (ketus, nyilatin mata): “Gue gak mau lo bahagia sama Ririn!”

Raka (speechless): “…Hah?”

Sisi ngomong gitu spontan.

Tapi setelah dia sadar, mukanya langsung merah.

Sementara Raka masih loading.

Raka: Antara Pede dan Syok

Otak Raka menganalisis informasi.

Sisi gak mau cerai.

Alasannya? Karena dia gak mau Raka bahagia sama Ririn.

Itu artinya…

Sisi…

CEMBURU?!

Atau lebih parah…

Sisi sebenernya GAK MAU KEHILANGAN DIA?!

Raka (mengerutkan dahi, setengah smirk): “…Sisi, lo… cemburu, ya?”

Sisi (panik, buang muka): “GAK! Pokoknya lo gak boleh bahagia!”

Raka: “…Jadi lo peduli sama gue?”

Sisi (ngomel, makin panik): “GAK!!”

Raka (mikir makin jauh): “…Jangan-jangan lo suka sama gue?”

Sisi (banting bantal ke muka Raka): “DIAM!!”

Kesimpulan: Gagal Cerai, Malah Jadi Ambigu

Raka niatnya mau minta cerai.

Tapi malah dapet plot twist.

Sisi gak mau cerai.

Alasannya aneh banget.

Tapi ada sesuatu di balik itu.

Dan sekarang, Raka punya satu misi baru.

Misi yang lebih sulit dari bertahan hidup di kamar yang penuh aturan absurd.

Misi: Ngebongkar perasaan asli Sisi.


BAB 11: KECELAKAAN FATAL

Perang yang Sudah Berbeda

Sejak kejadian salah paham soal ulang tahun, hubungan Raka dan Sisi mengalami perubahan aneh.

Mereka masih ribut tiap hari.
Mereka masih perang urat leher tiap ketemu.
Tapi…

Ada sesuatu yang beda.

Perang mereka lebih mirip latihan perang.

Mereka masih gengsi dan gak mau kalah.

Tapi… hati mereka mulai berubah tanpa mereka sadari.

Kadang, tangan mereka bergerak sendiri buat nolongin satu sama lain.

Kadang, mata mereka saling nyari kalau lagi di luar rumah.

Kadang, mereka lupa kalau harusnya mereka musuhan.

Dan sore itu…

Terjadi kecelakaan fatal.

Sisi yang Bernasib Buruk

Langit mendung berat.

Hujan mulai turun deras.

Mereka baru saja ribut gara-gara hal paling receh sedunia—rebutan bantal terenak di kasur. Raka ngotot bantal itu hak miliknya karena dia yang beli, sementara Sisi bersikeras itu miliknya karena dia yang paling butuh kenyamanan. Perang bantal pun terjadi, berujung dengan Raka jatuh dari kasur dan Sisi menang telak.

Setelah puas ribut sama Raka, Sisi merasa gerah.

Jadi dia pergi mandi.

Tapi.. sebelum masuk kamar mandi, Sisi sempat melirik Raka yang pura-pura merajuk di lantai, lalu dengan gengsi maksimal, dia diam-diam meletakkan bantal itu di samping Raka lagi, seolah tanpa sengaja. Raka, yang melihat itu dari ekor matanya, cuma bisa senyum kecil sambil geleng-geleng kepala—gak perlu diomongin, tapi mereka berdua tahu, ada rasa yang gak bisa disangkal.

***

Beberapa menit kemudian, Raka masih tiduran santai di kasur, main HP.

Kamar gelap karena cuaca di luar mendung banget.

Setelah selesai mandi, Sisi keluar kamar mandi pakai handuk kimono.

Biar lebih nyaman, dia mau ke kamar sebelah buat ganti baju.

Tapi…

Baru beberapa langkah dari kasur…

PET!!! BLARRR!!!

PETIR MENGGELEGAR!

LISTRIK LANGSUNG MATI!

KAMAR JADI GELAP TOTAL!

Dan dalam sepersekian detik…

SISI LONCAT & JATUH MEMELUK RAKA.

Kecelakaan yang Tidak Terduga

Gak jelas apa yang terjadi setelah itu.

Suara hujan makin deras.

Jendela kaca mulai buram tertutup embun.

Di dalam kamar yang gelap…

Situasi TAK TERKENDALI.

Entah siapa yang mulai duluan.

Entah apa yang terjadi setelahnya.

Yang jelas…

Mereka terperangkap dalam kehangatan yang aneh.

Mereka gak bisa mikir jernih.

Dan mereka gak bisa berhenti.

Hingga akhirnya…

Setelah hampir satu jam…

PLUP!!

Listrik tiba-tiba menyala.

Dan yang pertama terlihat adalah…

PIPI RAKA MERAH BEKAS TAMPARAN SISI.

Sedangkan Sisi menggulung diri dalam selimut, wajahnya merah padam.

Dan setelah beberapa detik…

Keduanya sama-sama diam.

Saling melihat dengan ekspresi gak percaya.

"..."

6 Bulan Kemudian…

Semua berjalan seperti biasa.

Mereka masih ribut.

Mereka masih saling ngusilin satu sama lain.

Hingga suatu hari…

Dua keluarga besar tiba-tiba gempar.

Sebab Sisi pingsan mendadak.

Setelah dicek ke dokter…

SISI HAMIL.

Dan saat mendengar berita itu…

RAKA PINGSAN.


BAB 12: "INI SALAHMU!"

Drama Ngidam Penuh Konflik

Sejak dokter mengonfirmasi kehamilan Sisi, hidup Raka tidak pernah sama lagi.

Awalnya, Raka sangat senang.

“Tunggu… aku bakal jadi ayah?” gumamnya sambil senyum-senyum sendiri.

Dia mulai membayangkan skenario manis.

Dia bakal jadi ayah yang keren.
Dia bakal melindungi anaknya dengan jiwa raga.
Dia bakal mengayomi istri tercinta.

Tapi…

Skenario itu langsung hancur berkeping-keping.

Karena kenyataan tidak seindah mimpi.

Ngidam Gak Masuk Akal

Raka gak pernah tahu kalau istri hamil bisa bikin hidup suami menderita.

Sisi mendadak berubah jadi monster ngidam.

Pagi-pagi, Sisi ngidam pisang goreng.

“Cuma itu?” tanya Raka, lega.

“Bukan pisang biasa. Aku maunya yang digoreng di atas gunung pakai minyak kelapa hasil perasan sendiri.”

“…”

Siang, Sisi ngidam nasi goreng.

“Beli di warung aja?” tanya Raka penuh harap.

“Gak mau! Aku maunya nasi goreng yang bumbunya ditumbuk pakai cobek dari batu meteorit!”

“…”

Malam, Sisi ngidam es campur.

“Please, yang ini gampang kan?”

“Tapi harus pakai es dari kutub utara yang dicairkan di bawah sinar bulan purnama.”

Raka nyaris gila.

Tapi kalau dia menolak, Sisi bakal nangis.

Dan kalau Sisi nangis, Raka bakal kena semprot ibu, mertua, dan seluruh keluarga besar.

Jadi… demi keamanan hidupnya, Raka menurut.

Walaupun hampir tiap hari dia harus berusaha memenuhi ngidam Sisi yang absurd.

Sampai suatu hari…

Puncaknya terjadi.

"INI SEMUA SALAHMU!"

Malam itu, hujan turun deras.

Sisi tiba-tiba merasa kontraksi.

Dia langsung panik.

Raka yang lagi nyantai, langsung lompat dari sofa.

“Apa?! Sekarang?!”

“Tentu saja sekarang, bego!” bentak Sisi.

Tanpa pikir panjang, Raka menggendong Sisi keluar rumah.

Tapi…

MOBIL MOGOK.

“ASTAGA! Kenapa harus sekarang?!”

Raka mencoba starter mobil, tapi gagal.

Sisi menggenggam lengan Raka erat-erat.

“RAKA! SAKIT!!”

Muka Raka mendadak pucat.

Dia langsung keluar mobil dan lari ke rumah utama.

“AYAH! IBU! TOLONG!!”

Semua orang langsung heboh.

Ayah Raka langsung keluar rumah sambil setengah panik.

“PAKAI MOTOR!”

Tanpa pikir panjang, Raka membawa motor dan membonceng Sisi yang sudah megap-megap.

Sepanjang perjalanan…

“RAKA, KENCENGAN DIKIT!!”

“NANTI JATUH!!”

“AKU BUKAN TAKUT JATUH, AKU TAKUT ANAK KITA KELUAR DI JALAN!!”

“ASTAGA, JANGAN NAKUTIN!!”

Dengan segala drama dan teriakan di jalan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit.

Dan setelah bertarung hidup dan mati selama 10 jam…

Sisi melahirkan anak kembar.

SATU LAKI-LAKI, SATU PEREMPUAN.

Raka langsung menangis terharu.

Tapi setelah itu…

Sisi memukul lengan Raka.

"INI SEMUA SALAHMU!, Kalau dari dulu kamu gak jahil dan kita gak nikah paksa, aku gak bakal ngalamin ini!!”

Raka hanya bisa pasrah.

Tapi… di dalam hatinya, dia bahagia.

Anak-anaknya lahir dengan selamat.

3 Tahun Kemudian…

Rumah yang dulu sering ribut, kini LEBIH RIBUT.

Kenapa?

Karena anak-anak mereka mewarisi sifat orang tua mereka.

SETIAP HARI RIBUT.

Setiap pagi…

“MAMA! ABANG AMBIL MAINANKU!!”

“BOHONG! ITU PUNYA AKU DARI KEMARIN!”

“GAK! ITU PUNYA AKU!”

Setiap sore…

“ABANG, MINGGIR DONG!”

“INI KAN JALAN UMUM!”

“TAPI KAMU NGALANGIN AKU!”

Dan setiap malam…

“MAMA! ABANG KENTUT DI KAMAR!!”

“HIDUP INI MEMANG PENUH COBAAN!!”

Sisi garuk kepala.

Raka memegang jidat.

Mereka berdua hanya bisa saling menatap lelah.

Dan tiba-tiba…

Mereka tertawa.

"TERNYATA GINI YA PERASAAN ORANG TUA LIAT ANAKNYA RIBUT?"

TAMAT.


***

DISCLAIMER HAK CIPTA

Seluruh cerita pendek yang diposting di website www.iqbalnana.com merupakan karya orisinal yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku. Hak cipta sepenuhnya dimiliki oleh pemilik dan penulis situs ini.

Dilarang keras untuk:

1. Merepost (copy-paste) sebagian atau seluruh isi cerita ke platform lain tanpa izin tertulis dari pemilik situs.

2. Memperjualbelikan cerita ini dalam bentuk buku, e-book, video, audio, atau format lainnya tanpa izin resmi.

3. Menggunakan isi cerita untuk kepentingan komersial tanpa perjanjian dan persetujuan dari penulis.

Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan tindakan hukum sesuai peraturan yang berlaku. Jika Anda menemukan kasus pelanggaran hak cipta terkait karya di website ini, silakan hubungi pihak pengelola situs untuk tindakan lebih lanjut.

Terima kasih telah mendukung karya orisinal dan menghormati hak cipta.

***

Posting Komentar

0 Komentar