Israel dan Iran: Dari Era Persia hingga 2025
Disclaimer: Artikel ini ditulis dengan pendekatan netral dan akademis, berdasarkan sumber-sumber sejarah dan geopolitik yang tersedia secara terbuka. Tujuan utama artikel ini adalah untuk memberikan pemahaman konteks sejarah dan hubungan antarnegara, bukan untuk mendukung pihak manapun dalam konflik. Pembaca diharapkan menggunakan informasi ini sebagai bahan refleksi dan diskusi ilmiah, bukan untuk memperkuat narasi kebencian atau propaganda politik.
Latar Belakang
Hubungan antara Israel dan Iran adalah salah satu dinamika paling kompleks dalam politik Timur Tengah. Meski saat ini keduanya dikenal sebagai musuh geopolitik yang keras, sejarah panjang kedua bangsa justru pernah diwarnai kerja sama dan simpati yang mengejutkan.
Konflik dan ketegangan antara kedua negara banyak dipengaruhi oleh perubahan rezim, ideologi negara, serta dinamika regional yang melibatkan kekuatan global. Untuk memahami konteksnya secara utuh, kita perlu mundur jauh ke belakang—bahkan sebelum negara Israel berdiri, dan sebelum Iran menjadi Republik Islam.
Sejarah Panjang: Dari Persia Kuno hingga Abad Modern
๐️ Era Kekaisaran Persia dan Bangsa Yahudi
Sekitar abad ke-6 SM, Kekaisaran Persia di bawah Raja Koresh Agung (Cyrus the Great) menaklukkan Babilonia dan membebaskan bangsa Yahudi dari pembuangan. Cyrus bahkan disebut dalam Kitab Yesaya (Alkitab) sebagai "yang diurapi Tuhan", karena jasanya mengizinkan bangsa Yahudi kembali ke Yerusalem dan membangun kembali Bait Suci.
Ini menandai awal hubungan positif pertama antara Persia (Iran) dan bangsa Yahudi, yang dikenang dalam tradisi keagamaan Yahudi hingga kini.
๐ก️ Abad 20: Kerja Sama Iran-Israel Pra-1979
Sebelum Revolusi Islam Iran tahun 1979, Iran (di bawah kekuasaan Shah Mohammad Reza Pahlavi) memiliki hubungan diplomatik dan ekonomi yang cukup hangat dengan Israel. Bahkan, Iran adalah salah satu negara Muslim pertama yang secara de facto mengakui Israel.
Kerja sama terjadi di bidang perdagangan minyak, pertanian, hingga keamanan. Israel bahkan membantu pelatihan militer dan intelijen Iran melalui program rahasia yang disebut “Project Flower”.
Revolusi Islam dan Titik Balik
Pada 1979, Revolusi Islam Iran menggulingkan kekuasaan Shah dan mendirikan pemerintahan berbasis teokrasi di bawah Ayatollah Khomeini. Rezim baru ini mengadopsi ideologi anti-Zionis dan anti-Barat, menyatakan Israel sebagai “musuh Islam” dan menyebutnya sebagai “entitas ilegal” yang harus dihapus dari peta.
Iran memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, menutup kedutaan besar Israel di Teheran, dan menyerahkannya kepada perwakilan Otoritas Palestina.
Poleksosbud (Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya)
๐งจ Politik dan Keamanan
Sejak 1980-an, Iran menjadi pendukung kelompok militan anti-Israel seperti Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Gaza. Iran memandang perjuangan Palestina sebagai bagian dari resistensi terhadap "penjajahan".
Israel, di sisi lain, menganggap Iran sebagai ancaman eksistensial, terutama karena program nuklirnya. Banyak insiden terjadi, dari dugaan serangan siber (seperti virus Stuxnet), pembunuhan ilmuwan nuklir Iran, hingga serangan drone dan rudal lintas batas melalui proksi.
๐ฐ Ekonomi
Tidak ada hubungan ekonomi langsung antara kedua negara sejak 1979. Namun, kedua negara tetap aktif dalam ekonomi regional dan global. Sanksi ekonomi terhadap Iran memengaruhi posisinya, sementara Israel terus memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara Arab yang sebelumnya memusuhi, melalui perjanjian seperti Abraham Accords (2020).
๐ง Sosial dan Budaya
Meski pemerintah Iran bersikap keras terhadap Israel, masyarakat Yahudi Iran tetap hidup di dalam negeri, dan diakui sebagai minoritas resmi dengan perwakilan di parlemen. Ini menunjukkan kontras yang menarik antara ideologi negara dan realitas sosial internal.
Sebaliknya, masyarakat Israel memiliki pandangan beragam tentang Iran, terutama setelah gelombang migrasi Yahudi asal Iran ke Israel, yang kini menjadi bagian dari masyarakat multikultural Israel.
Kesimpulan
Hubungan antara Israel dan Iran adalah contoh nyata bagaimana persahabatan sejarah bisa berubah menjadi permusuhan politik, tergantung pada ideologi dan kepentingan nasional yang bergeser. Dari Cyrus Agung hingga rudal hipersonik, dari diplomasi damai hingga perang proksi, dinamika ini terus bergulir dan memengaruhi stabilitas kawasan.
Tahun 2025 menandai lebih dari empat dekade ketegangan antara kedua negara. Namun, dalam dunia yang terus berubah, bukan mustahil bahwa sejarah suatu hari bisa berbalik arah, karena dalam politik internasional, tidak ada musuh abadi, hanya kepentingan abadi.
***
Posting Komentar
0 Komentar